Kamis, 29 September 2011


URGENSI PENDIDIKAN LALULINTAS


“Setiap 30 menit satu orang meninggal karena kecelakaan lalulintas di Indonesia dan setiap satu jam ada yang terluka parah karena kecelakaan”
(Dr. Agus Taufik Mulyono, Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada, www.bbcindonesia.com, 16/06/2008)

Jika kita perhatikan suasana jalan raya di kota-kota besar saat ini sungguh sangat semrawut. Kemacetan hampir terjadi di setiap ruas jalan. Dengan alasan buru-buru takut terlambat ke tempat tujuan, para pengendara kendaraan bermotor saling serobot memanfaatkan sekecil apapun ruang yang ada diantara berjubelnya kendaraan. Demi mengejar waktu, para pengendara pun tak segan-segan melanggar rambu-rambu lalulintas. Mereka pun mengabaikan untuk saling menghormati sesama pengguna jalan lainnya.
Polisi walaupun sudah berupaya keras mengatur arus lalulintas, tetapi kemacetan semakin sulit dikendalikan. Kemacetan yang terjadi saat ini disamping disebabkan oleh rendahnya disiplin pengguna jalan raya, juga tidak lepas dari semakin tidak seimbangnya jumlah kendaraan dan panjang jalan. Pertambahan jumlah kendaraan bermotor khususnya kendaraan roda dua di Indonesia  saat ini mencapai 24-30 % dalam satu tahun. Jika regulasi berkaitan dengan pembatasan jumlah kendaraan dan panjang jalan tidak diatur dengan tegas, maka tidak tertutup kemungkinan suatu saat akan terjadi kemacetan total.
Untuk semakin mempertegas dan memperjelas regulasi berkaitan dengan lalulintas, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan menggantikan Undang-undang Nomor 14 tahun 1992. Sekarang tinggal menunggu keseriusan aparat kepolisan untuk mengatur dan menindak pelanggar lalulintas.
Sebuah ungkapan bijak menyatakan bahwa “jalan raya cerminan peradaban sebuah bangsa”. Dengan merujuk kepada ungkapan tersebut, jika kondisi jalan raya saat ini semrawut dan macet, maka dapat diasumsikan bahwa bangsa kita belum termasuk bangsa yang beradab karena masih senang melanggar peraturan lalulintas tanpa rasa bersalah. Pelanggaran peraturan lalulintas bukan hanya dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor saja, tetapi Pedagang Kaki Lima (PKL) dan pejalan kaki juga ikut melanggar. PKL tidak segan-segan berjualan di badan jalan dan trotoar sehingga semakin menambah macet jalan. Pejalan kaki juga dengan seenaknya menyeberang dimana saja tidak melalui zebra cross atau jembatan penyeberangan. Kendaraan umum menunggu atau menurunkan penumpang bukan di tempat semestinya, dan ugal-ugalan dalam menjalankan kendaraan. 
Ketidakdisiplinan dan kelalaian pengguna jalan tak ayal sering menyebabkan terjadinya kecelakaan lalulintas. Selain itu, kecelakaan juga disebabkan oleh kondisi jalan yang rusak, kondisi kendaraan yang tidak laik jalan, dan berlebihnya muatan kendaraan. Oleh karena itu, aparat kepolisian harus semakin tegas dalam menindak para pelanggar lalulintas karena disamping membahayakan dirinya sendiri juga membahayakan pengguna jalan lainnya. Indonesia menempati urutan pertama di ASEAN dalam hal kecelakaan lalulintas (TV One, 24/02/2010). Data Kementerian  Perhubungan menyebutkan  bahwa untuk kendaraan roda dua saja, persentase kecelakaan mencapai lebih dari 67% karena kecelakaan lebih banyak melibatkan pengendara kendaraan roda dua. Asian Development Bank (ADB) mengeluarkan data yang cukup mencengangkan terkait jumlah kecelakaan lalulintas di Indonesia. Menurut ADB, pada tahun 2007, ada 30.000 orang meninggal dan kerugiannya mencapai 41 triliun (Seputar Indonesia, 21/04/2008).
Pendidikan Lalulintas
Melihat kenyataan banyaknya pelanggaran lalulintas dan tingginya angka kecelakaan di jalan raya, disamping melakukan penegakkan hukum terhadap pelanggar lalulintas, sebagai tindakan preventif, Polri saat ini telah bekerja sama Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk memberikan pendidikan lalulintas pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Hal ini dilandasi niat untuk memberikan sekaligus membangun pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran siswa terhadap peraturan lalulintas. Kita tidak menutup mata bahwa saat ini banyak siswa yang menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Tidak jarang kita melihat mereka melanggar peraturan lalulintas seperti tidak membawa atau memiliki SIM, STNK, tidak menggunakan helm, kebut-kebutan, ugal-ugalan, melanggar lampu lalulintas dan rambu-rambu lalulintas lainnya. Atau belum berumur 17 tahun tetapi sudah mengendarai sepeda motor. Dengan dalih sayang kepada anak atau lebih praktis, orang tua juga memfasilitasi anaknya pergi ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor walaupun belum cukup umur dan tidak memiliki SIM.
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, maka Pendidikan lalulintas (PLL) menjadi sangat urgen (baca = penting) untuk diberikan di sekolah. Bentuk-bentuk pendidikan lalulintas dapat dilakukan dengan beragam cara. Antara lain, pertama, mengintegrasikannya pada mata pelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) karena mata pelajaran ini sangat relevan. Antara lain, berkaitan dengan pembahasan masalah hukum dan norma yang berlaku di masyarakat dimana salah satunya adalah ketaatan terhadap peraturan lalulintas sebagai cerminan warga negara yang baik dan bertanggung jawab serta menghargai Hak Asasi Manusia (HAM).  Diintegrasikannya PLL ke dalam mata pelajaran PKn mengingat bahwa kurikulum saat ini sudah padat sehingga tidak perlu menjadi satu mata pelajaran khusus.
Kedua, memperkenalkan rambu-rambu lalulintas, surat-surat kendaraan, kelengkapan diri dan kelengkapan kendaraan. Ketiga, kampanye mengemudi aman (safety driving) melalui pengumuman, famflet, atau brosur. Keempat, melalui kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya program Polisi Sahabat Anak, Patroli Keamanan Sekolah (PKS), dan sebagainya. Kelima, mengundang aparat kepolisian atau mengajak siswa berkunjung ke kantor polisi untuk berwawancara atau mengamati proses pembuatan SIM, SNTK,  BPKB, atau surat-surat kendaraan lainnya.
Keenam, mengajak siswa untuk berkunjung ke tempat yang menunjang untuk sosialisasi rambu-rambu lalulintas. Misalnya, berkunjung ke Taman lalulintas. Ketujuh, menugaskan siswa untuk mengamati, meliput, mencatat  pelanggaran lalulintas. Jika dimungkinkan mewawancarai pelanggar lalulintas atau aparat kepolisian yang berada di lokasi kemudian membuat laporan kegiatannya. Selain cara-cara di atas, dimungkinkan menggunakan cara-cara lainnya. Yang penting, substansinya memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penyadaran terhadap siswa tentang pentingnya tertib berlalulintas. Dan, tentunya pelaksanaan PLL disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik.
Salah satu pihak yang ditengarai suka melakukan pelanggaran terhadap peraturan lalulintas adalah genk motor. Kita tentu sangat prihatin dengan banyaknya pelajar yang menjadi anggota genk motor. Keberadaan genk motor telah banyak meresahkan masyarakat. Beberapa waktu yang lalu, seorang polisi dibacok oleh kawanan genk motor, kemudian di Tasikmalaya, genk motor menjarah sebuah toko pakaian. Dan ternyata, anggota genk motor tersebut adalah perempuan. Anggota genk motor tersebut rata-rata berasal dari keluarga yang broken home dengan latar belakang sosial ekonomi menengah ke atas.
Dengan adanya Pendidikan Lalulintas, maka diharapkan akan melahirkan masyarakat yang sadar dan tertib berlalulintas. Dengan demikian, lalulintas pun akan berjalan tertib, aman, dan nyaman serta terjaminnya hak-hak sesama pengguna jalan raya. Jika hal tersebut terwujud, maka tingkat kecelakaan di jalan raya pun akan menurun. Selian itu, tugas kepolisian dalam mengatur lalulintas pun akan semakin ringan. Mari kita tampilkan wajah bangsa ini sebagai bangsa yang tertib dan beradab dengan tertib berlalulintas di jalan raya.

Penulis, Widyaiswara LPMP Jawa Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar