Minggu, 11 September 2011

RAZIA VIDEO PORNO

Baru-baru ini kita dihebohkan oleh beredarnya video mesum yang dilakukan oleh orang yang mirip artis. Masalah itu menjadi topik pembicaraan hangat mulai dari kalangan pejabat, masyarakat biasa, sampai ke level anak-anak sekolah. Karena kasus ini semua pihak menjadi sibuk. Polisi sibuk menyelidiki penyebar dan telah memanggil tiga orang artis yang wajahnya mirip dengan pelaku adegan mesum di video tersebut. Selain itu, polisi juga merazia dan menggerebek pabrik pengganda VCD/DVD video porno tersebut. Kemeninfokom sibuk memblokir link situs yang disinyalir menyebarkan adegan syur tersebut. Program infotainment dengan gegap gempita dan bombastis membahas masalah itu. KPI sibuk mengingatkan program infotainment yang menayangkan secara vulgar gambar-gambar mesum tersebut. Dilandasi oleh rasa penasaran, masyarakat pun memburu rekaman video porno tersebut dan menjadikannya sebagai bahan gurauan dan gunjingan.
Rekaman video porno mirip artis sudah terlanjur beredar di masyarakat sulit sekali dibendung. Peredarannya bukan hanya di dalam negeri saja, tetapi sudah merambah ke luar negeri. Video mesum tersebut mungkin saat ini sudah tersimpan di HP, laptop dan komputer banyak orang. Kecanggihan teknologi saat ini memungkinkan setiap orang untuk melakukan transaksi data secara digital dan menyimpannya pada berbagai media. Kasus video porno mirip artis mendapat perhatian yang tinggi dari publik karena pelakunya adalah pigur publik.
Bukan hanya Polisi, Kemeninfokom, dan KPI saja yang kebakaran jenggot atas kasus tersebut. Sekolah pun ikut direpotkan. Sejak kasus itu merebak, banyak sekolah yang melakukan razia video porno di HP siswa. HP siswa dikumpulkan dan diperiksa. Kita tentu menghargai upaya yang dilakukan dilakukan oleh pihak sekolah tersebut sebagai bentuk antisipasi semakin merebak dan masifnya peredaran video porno mirip artis. Kita tentu khawatir bahwa adegan syur yang dilakukan oleh artis idola remaja tersebut akan meracuni moral pelajar. Kalo mau jujur, sebenarnya banyak pelajar yang sudah familiar dengan pornografi dan sudah banyak yang jadi korbannya.
Dalam jangka pendek, razio video porno yang dilakukan sekolah mungkin bisa mengendalikan dan sekaligus menjadi shock teraphy untuk mengendalikan peredaran video porno dikalangan siswa, tetapi dalam jangka panjang, penulis melihat langkah ini kurang efektif karena langkah ini. Tiap ada heboh peredaran video porno, baru ramai-ramai dilakukan razia padahal sebenarnya adegan-adegan porno beredar setiap saat. Dengan adanya HP yang memiliki fasilitas bluetooth atau bisa mengakses internet, siswa orang semakin leluasa mengunduh atau mengedarkan video atau gambar video porno.
Razia HP di sekolah di sisi lain juga akan kontraproduktif karena ketika HP siswa di razia dan content pornonya dihapus, maka tidak tertutup kemungkinan siswa dengan mudah akan mengunduh atau mengopy-nya lagi dari sumber yang lain atau telah membackupnya dalam media lain seperti flash disk atau memory card. Dan kalau mau jujur, yang senang mengoleksi content porno dalam HP atau laptop bukan hanya siswa saja, tetapi guru dan masyarakat umum juga suka melakukan hal serupa. Silakan saja lakukan razia serupa kepada HP atau laptop guru atau masyarakat umum, mungkin saja akan ditemukan content pornonya.
Secara psikologis, remaja masih tahap perkembangan mencari jati diri, memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap sesuatu. Oleh karena itu, larangan bagi siswa untuk mengunduh content porno bukannya mencegahnya dari melakukan hal tersebut, tetapi membuatnya semakin penasaran dan secara sembunyi-sembunyi bergerilnya mencari content ­porno tersebut. Kita tidak bisa menutup mata sejak menjamurnya warnet dan munculnya produk HP murah yang bisa mengakses internet, siswa yang akrab dengan internet termasuk situs-situs porno semakin banyak. Jangankan siswa SMA, siswa SMP bahkan siswa SD pun, sudah tahu dan suka membuka situs porno.
Menkominfo, Tifatul Sembiring mengatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan pengakses situs porno terbanyak di dunia. Data pada Depkominfo tahun 2006, jumlah situs porno di dunia sebanyak 4,6 juta. Pemerintah baru mampu memblokir 253.000 situs porno. Berkali-kali diblokir pun, situs porno bermetamorfosis menjadi nama-nama baru yang namanya disamarkan. Bisnis esek-esek adalah bisnis menggiurkan dan menjanjikan keuntungan yang besar. Selanjutnya data Top Ten Reviews tahun 2006 menyatakan bahwa Indonesia berada para urutan ketujuh sebagai negara pengakses internet dengan kata kunci “sex”. Inilah potret nyata bahwa bangsa kita adalah bangsa penikmat pornografi.
­Fondasi Agama
Dibalik berbagai upaya untuk mengantisipasi dan meminimalisasi peredaran content porno di kalangan pelajar, fondasi agama dan nilai keimanan menjadi benteng terakhir dalam melindungi anak didik kita dari bahaya pornografi. Semua pihak harus bersatu padu dalam melakukannya, mulai dari pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jika satu pihak saja lalai atau kurang memiliki komitmen yang kuat, maka langkah-langkah yang dilakukan tidak akan berjalan secara optimal. Dan anak-anak kita pun berpotensi menjadi penghamba dan penikmat pornografi. Naudzubillah.

Penulis, Guru PKn SMP Madani, Kec. Cihampelas, KBB
(Tulisan ini dimuat di HU Galamedia, tanggal 25 Juni 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar