Minggu, 11 September 2011

PEMILU DAN BISNIS POLITIK


Bagi bangsa Indonesia, tahun 2009 adalah tahun pemilu. Tanggal 9 April 2009 akan diselenggarakan pemilu legislatif dimana rakyat akan memilih para anggota DPR, DPRD, dan DPD. Sementara tanggal 8 Juli 2009 akan diselenggarakan pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Hingar bingar pemilu legislatif telah berelangsung sejak bulan Juli 2008 silam. Masa kampanye pemilu legislatif saat ini adalah masa kampanye paling panjang sepanjang sejarah pemilu di Indonesia dimana kampanye berlangsung selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Juli 2008 sampai dengan Maret 2009.
Dalam menghadapi pemilu legislatif, pada umumnya partai politik dan caleg jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri. Bagi partai yang memiliki anggaran terbatas, mereka tidak terlalu jorjoran berkampanye. Mereka mengatur dan mengukur kekuatan jangan sampai kehabisan tenaga di tengah jalan. Tetapi bagi partai yang berkantong tebal, sejak awal mereka sudah all out atau jorjoran berkampanye di berbagai media. Dana miliaran rupiah yang dikeluarkan tidak menjadi masalah karena mereka disokong dengan dana yang kuat. Yang penting bagi mereka adalah partai mereka dikenal masyarakat dan popularitasnya pun terdongkrak.
Dalam menghadapi pemilu, semua cara dilakukan oleh partai dan caleg untuk meraih simpati masyarakat mulai dari cara yang persuasif sampai dengan cara-cara yang berbau materi. Mereka menyadari bahwa sebagian masyarakat Indonesia belum menjadi pemilih yang dewasa dan kritis dimana mereka memilih atas dasar idealisme, tetapi banyak juga yang memilih karena diiming-imingi pemberian tertentu. Mereka pun harus berhadapan dengan kondisi objektif terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik. Hal itu terjadi karena rakyat merasa dibohongi oleh janji-janji manis pada pemilu di masa lalu. Ketika sudah duduk di kursi kekuasaan, para wakil rakyat lebih mementingkan kepentingan kelompok dan partainya daripada kepentingan rakyat, sementara kehidupan rakyat pun terabaikan. Akibatnya, rakyat banyak yang memilih menjadi golput. Jumlah golput pada pemilu 2009 diperkirakan mencapai 40%.
Masa kampanye yang panjang menyebabkan partai-partai dan caleg-caleg harus memiliki dana yang besar untuk biaya kampanye sehingga banyak diantara mereka yang kelimpungan mencari dana kampanye. Aturan sumbangan dana pemilu semakin ketat. Setiap penyumbang harus memiliki NPWP dan setiap partai politik harus melaporkan dana kampanye mereka. Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak disamping memberikan angin segar terhadap caleg di nomor bawah dan semakin mengokohkan hakikat demokrasi, juga membawa konsekuensi semakin ketatnya persaingan bukan hanya dengan caleg dari partai lain juga dengan sesama caleg dari partainya sendiri sehingga melahirkan potensi semakin maraknya politik uang (money politic).
Seorang caleg dibebani harus membuat berbagai atribut kampanye, beriklan di media, membuat tim sukses di daerah pemilihan masing-masing, mengunjungi konstituen, belum lagi proposal-proposal permohonan bantuan yang masuk pada mereka. Memang, itulah konsekuensi yang harus dipikul oleh seorang caleg. Ketika seseorang memutuskan menjadi caleg, berarti dia siap dengan segala konsekuensinya termasuk harus mempersiapkan dana kampanye yang besar. Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mengatakan bahwa pemilu di Indonesia adalah pemilu paling panjang, paling rumit, melelahkan, dan melahirkan ekonomi biaya tinggi.
Dari perspektif bisnis, pemilu menjadi peluang bisnis yang potensial. Dari bisnis pemilu, sejumlah pengusaha meraih keuntungan besar. Coba kita perhatikan bagaimana hingar bingarnya usaha pembuatan berbagai atribut kampanye seperti kaos, bendera, jaket, rompi, pin, stiker, dan baligo, dan sebagainya. Sentra pembuatan kaos dan atribut politik di wilayah Jalan Surapati Bandung banyak kebanjiran order. Di wilayah lain pun banyak usaha-usaha serupa bermunculan mencoba meraih peruntungan dari pemilu.
Lembaga konsultan politik pun ikut meraup keuntungan. Banyak lembaga survei yang disamping melakukan survei secara independen, juga ada yang dikontrak menjadi konsultan untuk kepentingan partai atau capres tertentu. Disamping lembaga survei yang telah eksis sejak pemilu sebelumnya, saat ini pun muncul berbagai lembaga survei baru. Lembaga survei pernah menjadi masalah tersendiri ketika mereka melaporkan hasil yang berbeda-beda sehingga memunculkan ketidakpasatian informasi dan beresiko membingungkan masyarakat. Oleh karena itu, KPU membuat aturan bahwa setiap lembaga survei yang melakukan survei pemilu harus mendaftarkan diri ke KPU.
Masa kampanye yang saat ini sedang berlangsung akan mencapai puncaknya pada bulan Maret 2009. Partai-partai dan para calegnya akan melakukan kampanye terbuka. Pada saat kampanye terbuka tentu dibutuhkan massa untuk menghadiri kampanye tersebut. Oleh karena itu, muncullah bisnis baru, yaitu bisnis rekruitmen dan mobilisasi massa kampanye. Dengan bayaran sejumlah uang, transportasi, dan konsumsi, sejumlah biro jasa massa kampanye siap untuk mengerahkan massanya menghadiri kampanye pihak-pihak yang mengontraknya. Biasanya, yang menjadi massa bayaran tersebut adalah orang-orang miskin dan anak-anak jalanan yang sebenarnya tidak mengerti dan terlalu peduli dengan pemilu itu sendiri, tetapi yang penting mereka mendapatkan imbalan untuk menyambung hidup mereka.
Pemilu disamping sebagai ajang untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin, juga menjelma menjadi bisnis politik dengan omzet yang luar biasa besar. Oleh karena itu, sebagian masyarakat yang apatis terhadap pemilu meragukan pemilu akan melahirkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang amanah dan peduli terhadap rakyat karena secara ekonomi, ketika mereka terpilih, mereka tentu harus mengembalikan dana besar telah mereka keluarkan. Para caleg itu bukan orang bodoh yang mau mengeluarkan uang untuk kepentingan umum, tentu ada target yang ingin mereka capai. Pengabdian, rela berkorban dan pro kepentingan rakyat hanyalah kata-kata utopis yang menjadi bumbu-bumbu kampanye untuk meraih simpati rakyat. Penulis yakin bahwa saat ini rakyat sudah cerdas, tidak mau dibodohi lagi. Mereka bosan menjadi bulan-bulanan politik para petualang politik yang ingin duduk di singgasana kekuasaan.
Walaupun pemilu memunculkan sejumlah apatisme di kalangan masyararakat, di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, penyelenggaraan pemilu dapat menjadi penyelamat bagi dunia usaha khususnya bagi pengusaha atribut pemilu karena mereka dapat terus berproduksi dan menghindari PHK yang saat ini telah terjadi di banyak perusahaan.


Penulis, Pemerhati Sosial, Pegawai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
(Tulisan ini dimuat di HU Pelita, tanggal 6 Maret 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar