Minggu, 11 September 2011

MEMBANGKITKAN MENTAL SISWA YANG TAK LULUS UN

“orang-orang hebat membuat kesalahan sebanyak dan semengerikan orang yang lemah. Perbedaannya adalah orang hebat mengakuinya, belajar darinya. Itulah yang menyebabkan mereka hebat (Richard C. Needham dalam Dani Ronnnie M, 2006:4-5 )”

Tanggal 16 Mei 2011 Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengumumkan kelulusan Ujian Nasional (UN) Tingkat SMA/SMK/MA Tahun Pelajaran 2010/2011. Tingkat kelulusan UN jenjang SMA/SMK/MA sebanyak 1.461.941 orang atau 99,22 persen sedangkan siswa yang tidak lulus sebanyak 11.443 orang atau 0,78 persen. Pekan berikutnya Kemdiknaspun mengumumkan kelulusan UN tingkat SMP/MTs.
Walau kriteria kelulusan UN tahun ini mengalami perbaikan dimana bobot kelulusan dari UN sebanyak 60 persen dan nilai US/Nilai raport sebanyak 40 persen tetapi masih saja ada siswa yang tidak lulus walau persentasenya menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bagi siswa yang tidak lulus tidak sus UN ulangan, tetapi dibolehkan ikut UN tahun depan atau ikut Paket B setara SMP dan paket C setara SMA.
Ketika kelulusan diumumkan diwarnai beragam reaksi baik siswa yang lulus maupun yang tidak lulus. Siswa yang lulus tentu diliputi oleh perasaan bahagia, senang, dan gembira. Mereka meluapkan kegembirannya dengan beragam cara. Misalnya melakukan sujud syukur, saling rangkul dengan temannya yang juga lulus, melakukan bakti sosial di sekolah, melakukan nadzar lari mengelilingi sekolah tujuh kali, dan sebagainya. Tapi ada juga yang meluapkannya dengan cara-cara yang kurang terpuji seperti melakukan aksi curat-coret seragam dan konvoi di jalanan. Bahkan di suatu daerah ada yang meluapkan kegembiraannya dengan melakukan pesta miras.
Siswa yang tidak lulus diliputi oleh berbagai perasaan. Sedih, kecewa, dan malu. Bahkan ada yang pingsan sampai kesurupan. Mengetahui bahwa mereka tidak lulus ibarat petir di siang bolong. Perjuangan yang mereka lakukan selama tiga tahun harus kandas karena tidak lulus UN. Dalam benak mereka mungkin muncul beragam pertanyaan, “mengapa Saya tidak lulus, padahal Saya sudah belajar keras, melakukan istigotsah, dan berdo’a kepada Allah? Mengapa Allah tidak mengabulkan do’a Saya? Apakah Allah tidak sayang kepada Saya? Bagaimana perasaan orang tua Saya ketika tahu bahwa Saya tidak lulus? Apa hukuman yang Saya dapatkan dari orang tua ketika tahu Saya tidak lulus? Apa yang harus Saya lakukan setelah melihat kenyataan bahwa Saya tidak lulus? Dan beragam pertanyaan lainnya.
Perasaan sedih, kecewa, dan malu yang dirasakan oleh siswa yang tidak lulus adalah hal yang sangat wajar dan sangat manusiawi. Siapapun pasti akan merasakan perasaan yang sama jika menghadapi suatu kegagalan. Bagi yang mentalnya tidak kuat, bisa mengalami depresi, merasa tidak berharga, dan putus asa bahkan ada diantaranya yang sampai melakukan bunuh diri.
Agar siswa yang yang tidak lulus UN tidak merasa depresi, orang tua perlu siap untuk menghadapi kenyataan tersebut, bukan sebaliknya menyalahkan dan memojokkan anak sehingga anak semakin merasa tertekan. Sebaliknya, orang tua perlu mendukung dan membesarkan mental anaknya sehingga tidak merasa “dihakimi” oleh orang tuanya sehingga merasa masih memiliki harga diri dan optimis menghadapi masa depan. Sekolah pun perlu memberikan perhatian lebih kepada siswa yang tidak lulus supaya perasaannya tidak down dan mampu bangkit kembali dari keterpurukan. Guru perlu membesarkan hati mereka bahwa tidak lulus UN bukan berarti kiamat, bukan berarti putus harapan untuk meniti masa depan karena walau tidak lulus UN tahun, masih ada kesempatan mengikuti UN tahun depan atau ikut ujian Paket B atau C.
Kegagalan adalah hal yang biasa dalam sebuah perjuangan. Allah SWT memerintahkan kita untuk menyempurnakan ikhtiar, tetapi tidak wajib selalu berhasil meskipun tentunya kita berharap agar ikhtiar kita tersebut berhasil. Banyak contoh orang-orang hebat yang berhasil setelah mengalami berkali-kali kegagalan. Misalnya Thomas Alfa Edison, sang penemu lampu pijar, dia melakukan percobaan sampai ratusan kali sebelum dia berhasil melakukan percobaannya.
Kesuksesan memang tidak datang secara instan. Kesuksesan butuh proses, bukan ditempuh dengan jalan pintas. Pakar ESQ, Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya ESQ (2001:135) mengatakan bahwa orang yang berhasil bukan orang super. Keberhasilan tak memerlukan kecerdasan yang luar biasa. Pun keberhasilan tak disebabkan oleh keberuntungan, namun sesungguhnya ia ditentukan oleh besar-tidaknya keyakinan Anda meraih kemenangan. Dengan demikian, maka siswa yang tidak lulus UN tersebut, mentalnya perlu dibangkitkan dan dibina supaya mereka mau mengikuti UN tahun depan atau ikut ujian Paket B atau C dan yakin lulus.
Sebuah pepatah bijak mengatakan bahwa “kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.” Walaupun hal tersebut tidak secara langsung mengobati kekecewaan siswa yang tidak lulus UN, tetapi setidaknya mereka merasa “dimanusiakan”, merasa diperhatikan, merasa dimaklumi, ada teman disaat mereka terpuruk, ada tempat untuk sharing dan mengadu. Dan yang paling penting adalah dia merasa tidak tidak ditinggalkan ketika dia dalam keadaan susah. Hal itu tentunya dapat membesarkan jiwanya.
Ketika siswa yang tidak lulus UN bersedih, penulis berpendapat berilah dia kesempatan untuk bersedih dan menangis. Biarkankanlah emosinya keluar terlebih dahulu sehingga dia merasa plong. Baru setelah dia “puas” bersedih, orang tua dan guru mendekatinya untuk kembali “menyentuh” hatinya. Mengajaknya untuk melakukan perenungan mengapa dia tidak lulus UN. Ajak dia untuk melakukan introspeksi diri apa yang salah dalam ikhtiarnya sehingga dia tidak lulus, dan apa yang perlu diperbaiki agar dia bisa lulus dalam UN tahun depan atau Paket C. Mungkin saja pada saat UN, persiapannya memang kurang, kondisinya badannya kurang sehat, hatinya tidak tenang, baru putus cinta atau kesalahan teknis seperti Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang tidak terbaca oleh mesin pemindai karena kotor atau berminyak.
Pendekatan Psikologis
Hal yang sangat penting dilakukan untuk membangkitkan mental siswa yang tidak lulus UN adalah melalui pendekatan psikologis. Rasa bersalah dan rasa malu menyebabkan mereka minder baik kepada orang tua, guru, maupun teman-temanya yang lulus. Pendekatan psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menyentuh hati siswa. Mereka didorong untuk mau menerima kenyataan, belajar dari kegagalan, dan optimis serta berpikir positif menatap masa depan. Menjadikannya sebagai seorang yang kuat karena hanya orang-orang yang kuat yang sanggup melihat jauh ke dalam dirinya dan menemukan kembali untuk bangkit setelah menghadapi kegagalan.
Hal yang tak kalah penting adalah bagaimana siswa memperbaiki cara belajarnya karena tidak tertutup kemungkinan kegagalannya lulus UN karena tidak optimal dalam belajar. Langkah berikutnya adalah orang tua perlu lebih memperhatikan anaknya agar mau memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri mengikuti UN tahun depan atau ikut Paket B atau C dan meyakinkannya bahwa mereka mampu lulus dengan tetap berdo’a dan optimis.
Cara-cara seperti tersebut di atas, walau tidak sekoyong-koyong dapat membangkitkan semangat siswa yang tidak lulus UN tetapi hal ini sebagai bagian dari ikhtiar kita untuk membangkitkan mental mereka dari kesedihan, kekecewaan dan rasa malu karena tidak lulus UN. Semoga!!!

Penulis, Guru SMP Madani KBB, Pegawai LPMP Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar