Minggu, 11 September 2011

Refleksi Peringatan Hari Guru Ke-63: PROFESIONALISME GURU DAN PENDIDIKAN BERMUTU

Tanggal 25 November 2008 yang lalu, korps guru memperingati hari jadi-nya yang ke-63 tahun. Tema peringatan hari guru tahun ini adalah “Guru yang Profesional, Bermartabat, Sejahtera, dan Terlindungi Mewujudkan Pendidikan Bermutu”. Jika kita berbicara tentang guru di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan organisasi guru pertama yang didirikan pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta. PGRI sejak berdiri sampai dengan saat ini tetap gigih untuk terus memperjuangkan peningkatan harkat, martabat, dan kesejahteraan guru. PGRI tetap dapat menjaga independensinya di tengah perubahan kondisi sosial politik Indonesia sejak merdeka sampai dengan orde reformasi saat ini.
Tanggal 2 Desember 2004, bertepatan dengan peringatan hari Guru Tingkat Nasional, pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yodhoyono menetapkan guru sebagai profesi. Hal ini tentunya menjadi momentum yang sangat bersejarah dan istimewa  bagi guru setelah sekian lama guru memperjuangkan nasibnya. Hal tersebut juga dapat dijadikan indikator bahwa pemerintah telah memperhatikan profesi guru dan pendidikan secara umum.
Sebagai tindak lanjut dari pengakuan guru sebagai profesi, pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Disamping mengakui guru sebagai  profesi, UU Guru dan Dosen menjadi dasar dalam peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum terhadap profesi guru.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi. Konsekuensi dari diakuinya guru sebagai profesi, tentunya guru harus menjelma sebagai tenaga pendidikan yang profesional. Artinya, guru harus memiliki berbagai kompetensi yang dibutuhkan seperti kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Dengan kata lain, tidak sembarang orang dapat menjadi guru.
Untuk mewujudkan guru yang profesional, pemerintah melalui Depdiknas telah melakukan berbagai langkah. Antara lain, melakukan sertifikasi guru dalam profesi yang diatur dalam Kepmendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan dimana proses penilaiannya menggunakan portofolio. Memberikan pendidikan dan latihan (diklat) kepada guru, dan memberdayakan KKG / MGMP. Selain itu, Depdiknas juga memberikan bantuan pendidikan bagi guru yang belum berkualifikasi S-1 / D IV. Saat ini proses sertifikasi sedang berlangsung, ada yang lulus dan ada yang tidak lulus. Guru yang tidak lulus sertifikasi harus mengikuti Pendidikan dan Latihan Pendidikan Guru (PLPG). Ke depan, para calon guru harus mengikuti pendidikan profesi untuk mendapatkan sertifikat sebagai pendidik.
Seorang guru yang profesional diharapkan akan berkontribusi positif dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak dapat dilepaskan dengan dengan 8 (delapan) standar pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ke delapan standar tersebut antara lain; (1) Standar Isi, (2) Standar proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (5) Standar Pengelolaan, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian Pendidikan.
Dengan tidak bermaksud mengecilkan, standar pendidikan lainnya, guru yang profesional memiliki peran yang strategis dalam mewujud pendidikan yang bermutu karena guru adalah ujung tombak pendidikan. Ada peribahasa yang mengatakan “tidak ada guru, maka tidak ada pendidikan”. Oleh karena itu, sosok guru yang profesional tidak dapat ditawar-tawar lagi. Profesionalisme guru juga perlu dihargai dengan penghargaan terhadap profesi guru seperti tunjangan profesi, beasiswa dan promosi bagi guru yang berprestasi, kesempatan dalam pengembangan karier, dan sebagainya.
Sebagai wujud komitmen pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, pada RAPBN 2009 pemerintah dengan bangga telah menganggarkan 20 % atau sebesar 224 triliun untuk pendidikan. Di Jawa Barat, pemerintah provinsi Jawa Barat juga telah menganggarkan 20 % atau sebesar 1,57 triliun dalam APBD untuk pendidikan di luar gaji guru. Anggaran pendidikan sebanyak 20 % adalah amanat konstitusi yang harus dipenuhi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Kita berhadap anggaran besar yang digelontorkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan benar-benar tepat sasaran dan mampu mewujudkan pendidikan bermutu. Agar anggaran pendidikan tepat sasaran, maka pengawasan dalam penggunaan anggaran pendidikan harus ditingkatkan. Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media massa, dan masyarakat harus bersinergi dalam mengawasi penggunaan anggaran pendidikan. Penyimpangan anggaran pendidikan sekecil apapun, tidak dapat ditolerir.

Penulis, Guru SMP Madani KBB, Pegawai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.
(Tulisan ini dimuat di HU Pelita, tanggal 24 Desember 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar