Minggu, 11 September 2011

NATURALISASI DAN NASIONALISME

Fantastis dan membanggakan. Itulah dua kata yang layak dialamatkan ke Timnas Sepakbola yang tampil sangat luar biasa pada gelaran Piala AFF 2010. Timnas melaju sampai babak final setelah pada babak penyisihan mengalahkan Malaysia 5-1, Laos 6-0, dan Thailand 2-1. Pada babak semi final mengalahkan Pilipina dengan skor masing-masing 1-0 pada pertemuan leg pertama dan kedua sehingga unggul selisih dua gol. Timnas akan menghadapi Malaysia pada partai final. Semua rakyat Indonesia tentunya berharap Timnas akan membawa trofi sepak bola paling bergengsi di wilayah Asia Tenggara tersebut setelah lama tidak berprestasi. Prestasi terakhir Timnas adalah meraih medali emas Sea Games Manila tahun 1991.
Masyarakat Indonesia sangat antusias mendukung Timnas. Walaupun Timnas belum juara, seolah-olah Timnas sudah menjadi juara karena mungkin merasa sangat puas dengan penampilannya yang meyakinkan pada setiap pertandingan. Berita tentang Timnas menjadi headline media. Pujian dan apresiasi pengamat sepak bola dan masyarakat banyak disampaikan. Pemain timnas banyak dieluk-elukan. Pada setiap pertandingan, Stadion Gelora Bung Karno (GBK) penuh sesak oleh penonton. Masyarakat yang tidak bisa menonton langsung juga memberikan dukungan dengan nonton di TV. Setiap sesi latihan pun, masyarakat banyak yang ingin melihatnya.
Dibalik keberhasilan Timnas saat ini, ada sisi menarik yang dapat analisa lebih jauh, yaitu hadirnya dua orang pemain naturalisasi, yaitu Christian Gonzalez yang semula berkewarganegaraan Uruguay dan Irfan Bachdim, pemain keturunan Indo-Belanda. Sepak bola adalah permainan tim. Setiap pemain pasti memberikan kontribusi terhadap tim. Tetapi kedua pemain ini nampaknya menjadi idola baru timnas. Dua gol Christian Gonzalez pada pada pertandingan semi final melawan Pilipina semakin menegaskannya sebagai si gila yang haus gol. Permainan Irfan Bachdim yang memikat juga menjadi magnet tersendiri bagi penggemar sepak bola tanah air. Dan wajahnya yang ganteng menjadikannya sebagai idola kaum hawa.
PSSI yang sebelumnya tabu untuk melakukan naturalisasi, karena prestasi Timnas yang jeblok kini membuka diri untuk menerima pemain naturalisasi dengan harapan dapat mengangkat prestasi Timnas. Naturalisasi sebenarnya bukan barang baru di dunia sepak bola. Banyak negara yang telah mengambil kebijakan ini. Misalnya di Asia Tenggara, Singapura mengambil pemain naturalisasi dan berhasil menjuarai Piala AFF (dulu Piala Tiger) sebanyak tiga kali. Pilipina menjadi tim kejutan pada Piala AFF kali ini setelah diperkuat oleh sembilan orang pemain naturalisasi. Dan sekarang Indonesia juga mencontoh langkah tersebut dengan menaturalisasi Christian Gonzalez dan Irfan Bachdim.
Diakui atau tidak, pemain naturalisasi telah memberikan warna baru dalam tubuh Timnas. Permainan Timnas menjadi lebih hidup dan lebih menarik. Lini depan yang tumpul menjadi kelemahan Timnas selama ini mampu ditutupi dengan kehadiran Christian Gonzalez dan Irfan Bachdim. Dan menyusul Kim Kurniawan, pemain keturunan Indo-Jerman yang dinaturalisasi dan rencananya akan bergabung dengan Persema Malang, klub yang saat ini juga diperkuat oleh Irfan Bachdim.
Naturalisasi
Naturalisasi adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan. Naturalisasi di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Dalam Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 12 tahun 2006 dinyatakan bahwa pewarganegaraan (naturalisasi) adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. Christian Gonzalez harus menunggu selama lima tahun untuk memiliki paspor Indonesia karena sesuai dengan ketentuan pasal 9 huruf b bahwa seorang warga negara asing yang ingin mengajukan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) jika sudah bertempat tinggal di Indonesia minimal selama 5 (lima) tahun berturut-turut atau atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut. Irfan Bachdim dapat dinaturalisasi karena dia adalah anak yang lahir dari orang tua campuran warga negara Indonesia dan asing. Irfan Bachdim tak putus asa ingin menjadi WNI dan ingin bermain untuk Timnas walaupun dia pernah di tolak oleh Persib Bandung dan Persija Jakarta. Dan impiannya menjadi kenyatannya ketika dia dinaturalisasi dan sekarang bermain untuk Persama Malang di Liga Indonesia.
Nasionalisme
Mengapa mereka mau dinaturalisasi menjadi WNI? dari berbagai wawancara yang pernah dilakukan media kepada kedua pemain tersebut, jawaban mereka sama yaitu, mereka cinta Indonesia. Walaupun mereka tidak lahir atau dibesarkan di Indonesia, mereka jatuh hati dengan Indonesia. Indonesia adalah negeri yang spesial di hati mereka. Sekarang impian mereka untuk memperkuat Tim Garuda telah terwujud dan mereka membayar kepercayaan tersebut dengan penampilan yang memikat. Dengan kata lain, mereka memiliki nasionalisme yang luar biasa ketika membela Tim Merah Putih. Sekali lagi dengan tidak bermaksud untuk menafikan peran pemain Timnas lainnya, kedua pemain tersebut mampu memberi warna tersendiri dalam tubuh Timnas dan membuat Timnas lebih tajam dan produktif.
Sejalan dengan sukses Timnas menembus final Piala AFF, nasionalisme bangsa Indonesia secara umum juga meningkat. Lagu “Garuda di Dadaku” yang dipopulerkan oleh grup musik Netral seolah menjadi lagu wajib yang dinyanyikan oleh seluruh pendukung Timnas ketika akan bertanding, selama pertandingan, dan setelah pertandingan. Lagu tersebut mampu membakar semangat Timnas untuk berjuang mati-matian membela kehormatan merah putih. Para pendukung Timnas dengan bangga memakai kaos Timnas atau T-Shirt bergambarkan burung Garuda atau bertuliskan “I Love NKRI”. Walaupun itu hanya simbol, tetapi setidaknya mampu mencerminkan nasionalisme bangsa Indonesia.
Nasionalisme menjadi energi yang sangat luar biasa ketika seseorang dipercaya menjadi duta-duta bangsa. Dia akan berjuang mati-matian dan berbuat yang terbaik demi kejayaan bangsa dan negaranya. Sukses Timnas di ajang Piala AFF telah berhasil membakar nasionalisme bangsa. Apalagi saat pertandingan final menghadapi Malaysia, sentimen politik tidak bisa lepas dari hati bangsa Indonesia dan melipatgandakan rasa nasionalisme karena Malaysia adalah negara tetangga yang kerap membuat masalah dan melukai perasaan bangsa Indonesia. Kebencian bangsa ini terhadap Malaysia semoga bisa disalurkan secara positif dengan kembali membantai tim Malaysia seperti yang dilakukan pada saat babak penyisihan.
Sepak bola mampu menyatukan bangsa ini. Kelompok suporter yang saling bermusuhan pun sejenak dapat menghentikan permusuhan mereka dan menyatukan suara mendukung Timnas. Seharusnya satu hati untuk cinta damai para suporter sepak bola bukan hanya saat mendukung Timnas saja. Ketika mereka mendukung tim daerahnya juga tetap dalam kerangka persatuan, kesatuan, dan cinta tanah air. Bukannya kembali terkotak-kotak dan mengedepankan egoisme serta primordialisme daerah atau tim kesayangannya.
Dalam pandangan penulis, seorang suporter sepak bola sejati adalah suporter yang mendukung tim kesayangannya baik ketika menang maupun kalah, tidak berbuat anarki, dan menghormati kelompok suporter lain karena suporter dari tim manapun pada dasarnya memiliki perasaan yang sama yaitu cinta sepak bola.  Semoga nasionalisme yang saat ini bergelora di hati bangsa Indonesia khususnya dalam mendukung Timnas dapat berimbas kepada bidang-bidang lainnya karena diakui atau tidak, saat ini bangsa Indonesia secara umum tengah mengalami krisis nasionalisme. Semoga!

Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Sosial.
(Tulisan ini dimuat di HU Galamedia, tanggal 28 Desember 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar