Minggu, 11 September 2011

MAFIA HUKUM DAN MAKELAR KASUS

Belakangan, kedua kata tersebut menjadi sangat populer dan menghiasi berbagai pemberitaan media massa cetak dan elektronik mengenai mafia hukum dan makelar kasus. Masyarakat pun kemudian menjadi akrab dengan kedua kata tersebut. Kata mafia hukum mulai akrab di telinga kita sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk memberangus mafia-mafia hukum di lembaga-lembaga penegakan hukum.
Istilah mafia dan makelar semakin populer sejak mantan Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji mengeluarkan pernyataan bahwa di Mabes Polri terdapat mafia kasus. Masalah ini semakin menyeruak dengan munculnya kasus yang juga sama sampaikan oleh Susno Duadji tentang yaitu kasus Gayus Tambunan, seorang  PNS golongan III/a di Direktorat Jenderal Pajak yang divonis bebas pada kasus penggelapan pajak sebesar 25 milyar. Bebasnya Gayus dari tuntutan pidana, diduga karena ada main mata dengan oknum di mabes Polri, aparat kejaksaan, pengadilan (hakim) dengan pengacaranya Gayus. Buntut dari kasus tersebut, sepuluh atasan Gayus di Direktorat Jenderal Pajak diberhentikan dari jabatannya. Selain itu, dua Jaksa yang menangani kasus Gayus, yaitu Cirus Sinaga dan Poltak Manullang diberhentikan dari jabatannya.
Para pejabat dan pegawai di Direktorat Jenderal pajak pun menjadi kebakaran jenggot karena hartanya banyak disorot. Dirjen Pajak, M. Tjiptardjo, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa institusi yang saat ini dipimpinnya dan para pegawainya menjadi sasaran hujatan dan sindiran masyarakat. Karena ulah Gayus, citra pegawai pajak menjadi hancur. Bahkan sebagai bentuk protes kasus mafia pajak, ada sebagian masyarakat mengkampanyekan memboikot bayar pajak. Iklan-iklan layanan masyarakat yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak tentang pentingnya membayar pajak menjadi kurang greget karena kasus Gayus. Tindak lanjut dari kasus ini, harta kekayaan pejabat dan pegawai pajak akan diaudit.
Dalam Wikipedia, disebutkan bahwa mafia yang juga dirujuk sebagai La Cosa Nostra (Bahasa Italia: Hal Kami) adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia Italia dan Amerika Serikat. Anggota mafia disebut “mafioso”, yang berarti “pria terhormat”.  Sekarang istilah itu melebar hingga dapat merujuk kepada kelompok besar apapun yang melakukan kejahatan secara terorganisir.
Selanjutnya, makelar adalah orang yang bertindak sebagai penghubung antara dua  belah pihak yang berkepentingan. Pada praktiknya lebih banyak pada pihak-pihak yang akan melakukan jual beli. Makelar bertugas menjembatani kepentingan antara pihak penjual dan pembeli. Dalam praktik kerja di lapangan banyak berbagai bentuk cara kerja dari seorang makelar. Dari yang ingin untung sendiri dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak (seperti mark up harga jual barang dari penjual) dan tidak bertanggung jawab atas risiko yang mungkin terjadi, sampai yang profesional dengan benar-benar menjembatani kepentingan pihak-pihak yang dihubungkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika masih kecil, penulis mengenal kata mafia dari film Untouchable yang mengisahkan tentang tentang mafia Amerika Serikat di bawah pimpinan Al Capone. Kemudia film action yang mengisahkan tentang Yakuza, kelompok mafia Jepang. Sedangkan kata makelar, biasanya identik dengan istilah makelar tanah atau makelar barang-barang dagangan.
Jika kita kaitkan dengan dengan konteks saat ini, kedua kata tersebut banyak dikaitkan dengan mafia hukum dan makelar kasus. Keduanya berkonotasi negatif karena merusak tatanan dan supremasi hukum di Indonesia. Dalam beraksi, kebanyakan mereka melakukannya secara berkelompok. Mafia hukum tidak pandang bulu dalam memakan korban. Korbannya dari orang kaya sampai dengan orang miskin. Sebuah keluarga di Indramayu terpaksa harus tinggal di kandang kambing karena rumahnya dijual dan uangnya diberikan kepada seorang oknum anggota polisi dengan janji salah seorang anggota keluarganya akan dibebaskan dari tuntutan pembunuhan. Kenyataannya, terdakwa tetap dihukum.
Kata mafia dan makelar bukan hanya terkait dengan hukum saja, tetapi telah merambah ke semua lini kehidupan. Ada mafia narkoba, di sepak bola kita mengenal mafia wasit, mafia pajak, mafia tanah, mafia TKI, mafia hutan, mafia kayu, mafia minyak, mafia pupuk, mafia ijazah, mafia sertifikat tanah, mafia jabatan, mafia penjualan manusia, dan lain sebagainya. Jadi, kita hidup bersama dengan para mafia, dan negeri ini dikendalikan oleh para mafia. Menyadari hal tersebut, Presiden SBY kemudian memutuskan untuk membentuk Satgas Anti Mafia Hukum pada tanggal 30 Desember 2009. Satgas ini diharapkan dapat memberantas para mafia hukum yang banyak bergentayangan di institusi penegak hukum. Para mafia tersebut telah mencederai penegakkan hukum dan menyakiti perasaan masyarakat banyak. Mereka mendapatkan keuntungan di atas penderitaan masyarakat kecil. Dengan lobi dan uang, mereka telah dapat membeli penegak hukum agar lupa terhadap tugas utamanya untuk menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan.
Pembentukan Satgas Anti Mafia Hukum dapat diartikan sebagai kegagalan satuan pengawasan internal yang ada di setiap institusi penegak hukum atau lembaga lainnya dalam menjalankan tugasnya sehingga harus dibentuk sebuah lembaga ad hoc yang bernama Satgas Anti Mafia Hukum. Kita perlu mengapresiasi terhadap kinerja Satgas ini, dimana, setidaknya Satgas telah melakukan shock teraphy terhadap para mafia hukum dan makelar kasus. Pada sidak ke ruang tahanan Artalyta Suryani alias Ayin di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Satgas menemukan ruang tahanan yang mewah. Di lapas, Ayin mendapatkan keistimewaan untuk menempati satu ruangan yang lebih pas disebut kamar hotel bintang lima daripada ruang tahanan karena di dalamnya dilengkapi berbagai fasilitas. Temuan ini sontak membuat kita merasa terkejut dan merasa dikhianati oleh penegak hukum. Buntut dari kasus ini, Sarju Wibowo, Kepala Rutan Pondok Bambu diberhentikan dari jabatannya karena dianggap gagal.
Masyarakat tentu berharap bahwa pemberantasan mafia hukum atau makelar kasus bukan hanya program yang insidental saja, tetapi tetap berlanjut walaupun Satgas Anti Mafia Hukum sudah bubar. Satgas Anti Mafia Hukum sebenarnya hanya pembuka jalan dalam mengatasi carut-marutnya penegakkan hukum di Indonesia. Tugas ini harus dilanjutkan oleh lembaga-lembaga yang tugasnya sudah establish melakukan pengawasan Seperti Direktorat Profesi dan pengamanan (Ditpropam) dan Komisi Kepolisian di tubuh Polri, Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pengawasan, Komisi Kejaksaan, Hakim Agung Muda bidang Pengawasan, Komisi Yudisial, dan sebagainya.
Patut diakui bahwa pemerintah saat ini tengah gencar-gencarnya melakukan pemberantasan korupsi, pemberantasan mafia hukum, makelar kasus, dan mafia pajak. Tetapi pemerintah juga jangan terlena dengan masalah-masalah tersebut karena di lini kehidupan yang lain juga banyak bergentayangan mafia. Para mafia dapat terus eksis di tengah aparat hukum yang korup dan masyarakat yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Budaya instan yang saat ini menggejala menambah subur lahan bagi para mafia. Keserakahan juga menjadi lahan subur bagi tumbuhnya makelar. Remunerasi yang diberlakukan di Direktorat Jenderal Pajak ternyata belum menghentikan korupsi di lembaga tersebut. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang holistik dalam penanganan mafia dan makelar yang telah banyak merugikan kepentingan umum, yaitu bukan hanya perbaikan penghasilan, tetapi juga harus disertai dengan peningkatan pengawasan, dan penegakkan aturan bagi pelanggar.

Penulis, Pemerhati Sosial, Praktisi Pendidikan, Tinggal di Cililin KBB
(Tulisan ini dimuat di HU Galamedia, 14 April 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar