Minggu, 11 September 2011

TUNTUNAN RASULULLAH MUHAMMAD SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU

Pasal 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berkaitan dengan tugasnya tersebut, kita tentu setuju bahwa posisi guru sangat penting dalam mengajar dan mendidik siswa. Dengan kata lain, guru adalah unjung tombak kegiatan belajar-mengajar.
Walaupun ada orang yang belajar tentang suatu ilmu atau keterampilan tanpa guru (otodidak), bukan berarti mengeyampingkan peran guru. Peran guru tetap penting karena diperlukan sebagai sosok yang bisa membimbing dan mengarahkan serta menjadi tempat bertanya ketika ada kebingungan atau pertanyaan dari seorang pembelajar (siswa). Nabi Muhammad SAW sekalipun mempunyai guru yaitu malaikat Jibril. Dengan berdasarkan wahyu Allah, malaikat Jibril mendidik dan membimbing Nabi Muhammad SAW.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bagaimana Nabi Muhammad merasa kebingungan ketika menerima wahyu pertama QS Al-Alaq ayat 1-5 dan disuruh membaca (Iqra) oleh malaikat Jibril dengan mengatakan “Ma ana biqari” (aku tak bisa membaca). Tetapi malaikat Jibril terus membimbing dan memberikan motivasi kepada Beliau sehingga Beliau pun akhirnya dapat membaca dan menerima wahyu Allah tersebut. Dari pertama kali diangkat menjadi rasul sampai kepada waktu wafatnya, Sang Guru, malaikat Jibril ditugaskan oleh Allah untuk setia menemani dan membinging Beliau.
Berdasarkan kepada kisah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa peran guru sangat penting dalam membina dan membimbing siswa. Tidak ada yang memungkiri pentingnya posisi guru tersebut sehingga kita tentu sepakat bahwa profesi guru memiliki posisi yang terhormat di masyarakat. Apa yang diucapkan dan diperbuat guru selalu menjadi teladan baik oleh siswa maupun oleh masyarakat di sekitar tempat  tinggalnya. Makanya, ketika ada kasus yang menurunkan citra, harkat, dan martabat guru, biasanya banyak disorot oleh media dan masyarakat.
Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi guru, dengan kata lain ia sanggup untuk menjadi seseorang menjalankan profesinya secara total berdasarkan panggilan hati nurani bukan karena keterpaksaan atau sekedar pelampiasan karena tidak tertampung di lapangan kerja lainnya. Ia harus mampu menampilkan sosok guru yang profesional dan memberikan contoh teladan kepada siswa karena sosok guru akan sangat menentukan kualitas lulusan khususnya dan kualitas pendidikan pada umumnya. Dan jika dikaitkan dengan Undang-undang Guru dan Dosen, seorang guru profesional harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, dan (4) kompetensi sosial. Penjabaran dari keempat jenis kompetensi tersebut tercantum Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Sebagai seorang guru, tentunya ia harus memiliki sifat-sifat yang memang mendukung sosok seorang guru. Berkaitan dengan hal tersebut, Rasulullah SAW memberikan tuntunan tentang 11 (sebelas) sifat yang perlu dimiliki oleh guru sebagaimana yang diuraikan oleh Muhammad Syafi’i Antonio (2010). Pertama, ikhlas. Seorang guru ketika mengajar harus dilandasi oleh keikhlasan. Dengan ikhlas, maka tugas berat yang disandangnya pun tidak akan terasa menjadi beban, tetapi akan dilakukan dengan penuh kesenangan dan kesungguhan. Mendidik dan mengajar siswa diposisikan sebagai ibadah sekaligus investasi karena siswa tersebut adalah aset bangsa yang kelak akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan. Allah SWT berfirman; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah, 98:5). Ayat tersebut memerintahkan kepada kita untuk memurnikan (ikhlas) dalam melakukan perintah Allah.
Alangkah senangnya dan bangganya seorang guru, jika melihat atau mendengar anak didiknya sukses. Kerja kerasnya selama mendidik siswa di sekolah telah terbayar walaupun sang guru tidak mendapatkan balas budi atau balas jasa dari siswanya yang sukses tersebut. Hal tersebut adalah buah dari keihlasan guru dalam mendidik dan mengajar siswa.
Kedua, jujur. Jujur adalah salah satu sifat Rasulullah SAW adalah jujur. Karena kejujurannya tersebut Beliau diberi gelar Al-Amin (orang yang terpercaya). Karena kejujurannya pun, Rasulullah SAW dihormati kawan dan disegani lawan. Guru pun perlu memiliki sifat jujur. Menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan informasi dan fakta yang sebenarnya. Jujur menjawab pertanyaan dari siswanya, jujur dalam menilai siswa, dan jujur mengakui kekurangannya sehingga mau terbuka terhadap saran dan kritik baik dari siswa maupun dari sesama rekan guru.
Allah SWT berfirman: “Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka (QS Muhammad, 47:21). Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga.  Dan sesungguhnya seseorang itu berlaku jujur (benar) sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang shiddiq. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan menunjukkan pada mereka. Dan sesungguhnya seseorang itu berbuat dusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Bukhori-Muslim).
Ketiga, Walk the Talk (melakukan apa yang diucapkan). Dalam mendidik siswa tentunya guru menyampaikan berbagai nasihat dan tuntunan agar siswa memiliki akhlak yang baik. Tetapi agar nilai-nilai baik yang disampaikan tersebut bermakna sekaligus memotivasi siswa untuk mau melakukannya, maka guru terlebih dahulu harus melakukan apa yang diucapkannya. Dengan kata lain, guru harus mampu memberikan keteladanan kepada siswa. Apa yang  diucapkannya harus sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Misalnya, ketika guru meminta siswa untuk tidak kesiangan, maka guru pun jangan datang kesiangan. Pendidikan tanpa keteladanan hanya akan menjadi pendidikan yang kosong akan makna dan tidak akan mampu membentuk kepribadian  siswa.
Allah SWT berfirman: “Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS Al-Shaff, 61:3). Adanya perbedaan antara apa yang diucapkan dengan apa yang diperbuat seorang guru hanya akan membuat siswa berada dalam kebingungan. Tidak tahu siapa yang harus dicontoh. Disamping itu, seorang guru yang tidak mengamalkan apa yang disampaikannya kepada siswa hanya akan menurunkan martabat dirinya di hadapan orang yang seharusnya menghormatinya.
Keempat, adil dan egaliter. Dalam melaksanakan tugasnya mendidik dan mengajar siswa, seorang guru harus berlaku adil dan egaliter kepada semua siswanya tanpa membeda-bedakan status sosial-ekonomi dan jenis kelamin. Guru harus membimbing semua siswanya dengan penuh kasih sayang, dan memberikan penilaian secara objektif.
Di kelas, guru dihadapkan pada karakter siswa yang beraneka ragam. Terkadang ada siswa yang aktif, ingin menonjol diantara teman-temannya, ada siswa yang selalu ingin diperhatikan oleh guru, tetapi ada siswa yang cenderung pasif. Menyikapi hal tersebut, guru harus mampu menyikapinya secara proporsional dan profesional. Jangan menganakemaskan seorang siswa tertentu karena hal tersebut hanya akan menyebabkan kecemburuan sosial dikalangan siswa.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Allah SWT berfirman: “Hai-orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengkuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (QS An-Nisa, 4:135).
Kelima, akhlak mulia. Akhlak mulia merupakan bagian dari kecerdasan kepribadian yang perlu dimiliki oleh guru. Guru yang memiliki akhlak mulia tentunya akan menjadi panutan siswa, dihargai dan dihormati oleh rekan sejawat. Bentuk akhlak yang baik seorang guru misalnya, bertutur kata yang baik, murah senyum, wajah yang ceria, mengajar siswa dengan penuh kasih sayang, dan sebagainya. Guru yang memiliki akhlak yang baik pasti akan banyak disukai siswanya. Para siswa ingin dekat atau akrab dengannya, tetapi kedekatan atau keakraban tersebut tetap dalam koridor yang wajar, tidak merusak atau merendahkan wibawa guru. Kelembutan seorang guru dalam mendidik siswa akan berpengaruh positif dalam membina hubungan antara guru dan siswa. Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya Allah lembut dan menyukai kelembutan dalam segala sesuatu.” (HR Muslim). Dengan demikian, guru yang memiliki akhlak mulia salah satunya tercermin dalam pribadinya yang lembut sehingga siswa merasa nyaman dibimbing olehnya.
Keenam, tawadhu (rendah hati). Guru yang rendah hati tidak akan memosisikan dirinya selalu merasa sebagai satu-satunya sumber ilmu, merasa ilmunya paling tinggi, merasa pendapatnya yang paling benar, antikritik, pendapatnya selalu ingin didengar dan diturut oleh siswa, dan merendahkan martabat siswa. Sebaliknya guru yang rendah hati akan memosisikan dirinya disamping sebagai guru juga sebagai orang tua atau teman yang penuh dengan kehangatan, kasih sayang, mau berbagi, dan mau saling mendengar. Guru yang rendah hati pasti akan sangat disukai oleh siswa.
Sebaliknya guru yang sombong atau sering disebut guru killer selalu memosisikan dirinya lebih tinggi dari siswa dan menjaga image. Dalam pandangan guru yang sombong, dirinya selalu merasa yang paling benar, kurang menghargai hasil karya siswa, tidak menyikapi secara bijak kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa, dan tidak mau tahu terhadap kondisi fisik dan psikologis siswa. Apapun yang diperintahkan atau yang diminta oleh guru harus penuhi oleh siswa. Dampaknya, guru yang killer pasti akan dibenci dan dijauhi oleh siswa.
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong, karena seungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai ke gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu” (QS Al-Isra, 37-38). Ayat tersebut mengingatkan kita bahwa Allah tidak suka terhadap orang-orang yang sombong.
Ketujuh, berani. Seorang guru harus berani merancang kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, bermakna, dan berkualitas karena sejatinya guru adalah seorang pengembang atau perekayasa kurikulum. Tentunya tetap dengan berpedoman kepada standar yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Guru pun perlu berani mengakui kekurangannya, berani menerima saran dan kritik baik dari siswa maupun sesama guru. Berani mengakui kekurangan atau kesalahan tidak akan menurunkan harkat dan martabat guru. Sebaliknya hal itu justru akan dipuji karena mau secara gentle mengakuinya. Guru harus harus berani melakukan penilaian yang objektif, otentik, dan berani mempertanggungjawabkan hasil penilaiannya baik kepada orang tua siswa, sekolah, dan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela dirinya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid. Barang siapa tebunuh karena membela keluarganya  maka dia syahid” (HR Turmudzi).
Kedelapan, jiwa humor yang sehat. Guru yang serius dan kaku cenderung tidak akan disukai oleh siswa. Suasana pembelajaran di dalam kelas akan terasa sangat monoton. Akibatnya siswa menjadi kurang tertarik atau termotivasi mengikuti pembelajaran. Biasanya siswa ngantuk, tidak memperhatikan, atau ngobrol. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka guru perlu memiliki jiwa humoris dengan catatan humor yang disampaikan tersebut tetap dalam bingkai pendidikan, tidak berlebih-lebihan dan tidak merendahkan harkat dan martabat guru dan siswa.
Humor akan membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menarik, lebih hidup, dan mampu memotivasi siswa. Rasulullah SAW pun seorang yang humoris. Suatu saat pernah datang ke hadapan Rasulullah  seorang nenek dan nenek tersebut berkata “ Ya Rasulullah, berdo’alah kepada Allah agar saya dimasukkan ke dalam surga.” Kemudian Rasulullah SAW menjawab; “Wahai nenek, sesungguhnya surga tidak akan dimasuki oleh orang-orang tua.” Hasan berkata; “Nenek itu pergi sambil menangis.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Beritahulah bahwa dia tidak akan masuk surga dalam kondisi nenek.” (HR Tirmidzi).
Kesembilan, sabar dan menahan amarah. Ada kalanya ada sikap atau perbuatan siswa yang kurang berkenan di hati guru. Sebagai manusia biasa, guru pun bisa marah. Tetapi marahnya seorang guru, bukan dalam artian benci atau tidak suka. marahnya seorang guru harus dalam konteks meluruskan perilaku siswa yang dinilai menyimpang. Dan itu pun jangan berlebihan harus dilakukan dengan cara yang baik. Ketika guru marah kepada siswa tentunya harus secara proporsional, jangan mempermalukan dan menyakiti perasaan siswa.
Baru-baru ini kita sering melihat di media guru yang melakukan kekerasan di sekolah sebagai akibat kemarahannya kepada siswa. Hal itu tentunya sangat disayangkan karena seorang guru dituntut untuk bisa menahan amarah. Rasulullah SAW bersabda; “Bukanlah orang yang hebat itu adalah orang yang hebat dalam pertempuran, tapi orang hebat itu adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika sedang marah.” (HR Bukhari).
Kesepuluh, menjaga lisan. Ada peribahasa yang mengatakan bahwa “mulutmu harimaumu”. Peribahasa tersebut berpesan kepada kita lisan seseorang akan membuat dirinya selamat atau celaka. Begitupun dengan lisan seorang guru. Sebagai guru yang menjadi contoh, guru perlu menjaga lisannya baik terhadap siswa atau orang lain supaya tidak membuat mereka tersinggung. Kadang kala, kata-kata tidak berguna atau kasar keluar ketika seseorang bercanda atau marah. Hal tersebut tentunya perlu dihindari. Rasulullah SAW bersabda: “Jagalah lisanmu kecuali dalam kebaikan.” (HR Ahmad). “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbicaralah yang baik atau diam.” (HR Bukhari-Muslim).
Kesebelas, sinergi dan musyawarah. Guru perlu membina hubungan baik dengan orang lain, mau bergaul, dan mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan masalah. Ketika muncul permasalahan di dalam kelas, alangkah baiknya guru mengajak para siswanya bermusyawarah. Manfaatnya disamping mencari solusi juga melatih siswa untuk mengeluarkan pendapat dan membangun suasana yang demokratis. Abu Bakar RA berkata: “Aku tidak melihat seorang pun yang paling banyak bermusyawarah kecuali Rasulullah” (HR Tirmidzi).
Itulah sebelas tuntutan Rasulullah SAW tentang sifat-sifat guru. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan petunjuk oleh Allah SWT untuk menjadi seorang guru yang memiliki sifat-sifat tersebut walaupun pelaksanaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan karena pada dasarnya guru pun adalah manusia biasa yang tidak lepas dari berbuat salah dan khilaf. Wallaahu a’lam bisshawab.

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu (LPMP) Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar