Minggu, 11 September 2011

POLISI YANG TEGAS DAN HUMANIS

SALAH satu komitmen yang disampaikan oleh Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri pada saat mengikuti fit and proper test di DPR sebelum diangkat menjadi Kapolri adalah, mewujudkan polisi yang tegas dan humanis. 

Walaupun bukan sesuatu hal yang baru karena hal tersebut juga telah digagas oleh Kapolri sebelumnya, Jenderal (Purn.) Soetanto, komitmen tersebut perlu untuk mendapatkan apresiasi karena Kapolri baru ingin semakin mengokohkan posisi polisi sebagai sosok polisi sipil. Maksudnya, polisi harus menyelesaikan setiap permasalahan sosial kemasyarakatan secara tegas tanpa pandang bulu dengan tetap mengedepankan cara-cara sipil dan menghargai hak-hak asasi manusia, tidak melalui cara-cara kekerasan.

Lahirnya Undang-undang No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi momentum yang bersejarah pemisahan polisi dari TNI, sekaligus mengubah karakter polisi dari karakter militer menjadi karakter sipil. Sesuai dengan undang-undang, tugas polisi yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 

Bukanlah sesuatu yang mudah untuk dapat mewujudkan tugas-tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Dibutuhkan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakannya. Dan hal yang tidak kalah pentingnya adalah penambahan jumlah aparat kepolisian sesuai dengan rasio jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan anggota Polri.

Saat ini kepolisian dihadapkan kepada sejumlah masalah yang semakin berat dan menantang untuk diatasi, antara lain; terorisme, pengedaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, pembajakan hak cipta, pembalakan liar (illegal logging), pencurian ikan (illegal fishing), perjudian, premanisme, berbagai kasus kriminal yang belum terungkap, dan sebagainya. Menyangkut pengamanan perhelatan politik, ada tugas besar yang menanti di depan mata, yaitu pengamanan sejumlah pilkada menjelang akhir 2008 dan pengamanan pemilu legislatif dan Pilpres 2009. Dalam melaksanakan tugas tersebut, polisi harus dapat bersikap netral dan profesional.

Patut diakui bahwa peran polisi dalam melaksanakan tugasnya belum optimal. Hal tersebut disebabkan oleh masih belum idealnya jumlah polisi dengan rasio penduduk yang harus dilindungi. Rasio polisi dan penduduk yang ideal sesuai standar PBB adalah 1:400. Dari data Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada 1995 sampai 2000, rasio polisi dan masyarakat adalah 1:1.000. Sedangkan pada 2000-2005 rasio tersebut membaik, yakni 1:700. Artinya satu orang polisi melayani 700 orang.

Dari sisi kesejahteraan pun, gaji polisi Indonesia, termasuk yang paling rendah di Asia. Untuk menutup rendahnya gaji yang diterima, tidak jarang ada oknum polisi yang mencari penghasilan di luar gaji dengan cara-cara yang melawan hukum antara lain; melakukan pungli, korupsi, menerima suap, menjadi beking tindak kejahatan, menjadi pengawal pribadi, bahkan menjadi pengedar narkoba. Di balik semua kekurangannya, masyarakat perlu mengapresiasi dan menghargai kerja keras polisi selama ini. Di tengah panas terik matahari dan derasnya hujan mereka teguh mengatur dan mengatasi kemacetan di jalan raya. Bekerja tidak mengenal waktu karena sewaktu-waktu mereka harus selalu siap melaksanakan tugas. Pekerjaan polisi adalah pekerjaan penuh risiko, dari mulai godaan suap, "uang damai" sampai ancaman kekerasan terhadap keselamatan diri dan keluarga mereka. 

Citra polisi

Setelah memisahkan diri dari TNI, polisi terus melakukan pembenahan dan memperbaiki citranya yang berangsur-angsur mulai membaik. Bentuknya antara lain perbaikan sistem dan manajemen di tubuh kepolisian, peningkatan kualitas SDM, penambahan alat-alat penunjang operasional kepolisian, peningkatan kesejahteraan anggota Polri, dan penegakan reward and punishment terhadap anggota Polri.

Di balik semua pembenahan tersebut, kita pun tidak dapat menutup mata bahwa sebagian masyarakat masih melihat polisi sebagai sosok yang angker, arogan, kurang bersahabat, kaku, dan menyeramkan sehingga masyarakat enggan berhubungan dengan polisi. Ketika bertemu dengan polisi, justru merasa kurang nyaman, takut ditilang walaupun surat-surat kendaraan lengkap karena ada oknum polisi yang suka menjebak dan mencari-cari kesalahan pengendara, takut melapor jika menjadi korban kecelakaan atau tindak kejahatan karena takut menjadi objek pemerasan polisi.

Berbagai kesan dan catatan negatif dari sebagian masyarakat terhadap polisi harus disikapi secara bijak karena dalam melaksanakan tugasnya, polisi bersentuhan dengan kepentingan masyarakat. Misalnya dalam pelayanan pembuatan SIM, STNK, SKCK, pengaturan lalu lintas, pelayanan pembayaran pajak kendaraan, dan penanganan laporan dan pengaduan dari masyarakat. Polisi harus menjawab berbagai kesan negatif tersebut dengan semakin meningkatkan kinerjanya agar kepercayaan masyarakat dapat semakin meningkat. Kepolisian pun tidak perlu alergi terhadap kritik dan masukan dari masyarakat dan pihak-pihak yang concern terhadap kinerja polisi.

Kritik dan masukan dari masyarakat sebagai tanda bahwa polisi dicintai dan diperhatikan oleh masyarakat. Berbagai kritik dan masukan tersebut justru dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi polisi untuk mewujudkan sosok polisi yang diharapkan masyarakat. Dalam meningkatkan citranya, polisi pun harus mampu menjadi sahabat masyarakat, antara lain dengan melakukan penegakan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat dengan cara yang simpatik dan persuasif. Ibarat sebuah lirik lagu, benci tapi rindu, itulah realitas sikap masyarakat atas kinerja polisi. Polisi dibenci ketika dianggap melakukan kesewenang-wenangan dan menjadi alat penguasa. Dan polisi dirindukan ketika masyarakat membutuhkan pelayanannya.

Masyarakat cukup memiliki peran dalam mewujudkan sosok polisi yang tegas dan humanis. Masyarakat jangan hanya bisa menuntut pelayanan dari polisi, tetapi juga berkewajiban untuk menaati hukum untuk meringankan tugas polisi. Ada kalanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh oknum polisi juga karena tawaran "damai" dari masyarakat yang terjerat pelanggaran hukum. 

Kini, harapan berada di pundak Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri beserta jajarannya untuk mewujudkan komitmen polisi yang tegas dan humanis. Masyarakat siap mendukung dan menanti peningkatan kinerja polisi dalam melayani, melindungi, dan menciptakan rasa aman terhadap masyarakat.



(Penulis, pegawai LPMP Jawa Barat)**
(Tulisan ini dimuat di HU Galamedia, tanggal 23 Oktober 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar