Minggu, 11 September 2011

MENGAPA GURU SULIT MENULIS (ARTIKEL)?

“Banyak orang pandai berpidato tetapi sulit mengemukakan pemikirannya dalam bahasa tulisan. Banyak pula orang menggunakan ‘bahasa tutur’ (lisan) ketika menulis, tulisannya dinilai tidak layak oleh redaktur” (Romli, 2005:42). 

Suatu malam seorang teman yang berprofesi sebagai guru meng-SMS ke HP Penulis yang isinya memberikan ucapan selamat dan mengapresiasi artikel Penulis yang dimuat di sebuah surat kabar terbesar di Jawa Barat. Selanjutnya dia meminta tips dari Penulis bagaimana cara menulis artikel yang baik sehingga bisa dimuat di surat kabar. Dia mengatakan bahwa dia ingin menulis tetapi karena berbagai alasan, keinginannya tersebut belum terwujud.

Penulis melihat bahwa kesulitan yang hadapi oleh teman Penulis tersebut sebenarnya bukan hanya dihadapi teman Penulis saja, tetapi mungkin juga banyak guru yang menghadapi kesulitan serupa. Jika kita memperhatikan, sebenarnya tugas guru tidak akan lepas dnegan dunia tulis menulis. Hampir setiap hari dia tampil mengajar di kelas menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Salah satu aktivitasnya adalah menulis baik menulis di papan tulis, menulis nilai siswa, menulis agenda kelas, dan sebagainya.

Idealnya, seorang guru disamping mahir berbicara di depan kelas juga mahir menulis. Tetapi kenyataannya tidak berjalan seiring. Rata-rata guru mampu berbicara dengan dengan lancar dan lantang di depan kelas atau ketika memberikan pembinaan pada saat upacara bendera, tetapi ketika guru untuk menulis, relatif banyak guru yang mengalami kesulitan.

Kendala
Ada beberapa kendala yang dihadapi guru sehingga sulit menulis. Pertama, kesibukan guru mengajar menyebabkan guru kurang memiliki waktu untuk menulis. Kedua, guru tidak terbiasa menulis. Kalaupun guru pernah menulis, mungkin hanya pada saat mengerjakan tugas-tugas pada saat kuliah saja. Ketika guru mengajar, guru lebih senang menggunakan buku paket yang sudah ada daripada menyusun materi sendiri. Ketiga, guru kurang percaya diri menulis karena khawatir tulisannya tidak berkualitas, ketinggalan jaman, tidak dimuat di surat kabar, dan kalah bersaing dengan penulis yang telah tenar.

Keempat, guru malas menulis. Kesibukan guru mengajar di sekolah menyebabkan tenaga dan pikiran guru terkuras. Akibatnya, guru malas menulis. Jika kita mau jujur, sebenarnya banyak waktu luang kita yang terbuang. Kita lebih senang menghabiskan waktu luang untuk hal-hal yang tidak terlalu bermanfaat seperti mengobrol, menonton tayangan TV yang kebanyakan kurang mendidik, dan aktivitas kurang bermanfaat lainnya.
Kelima, kurang berminat menulis. Semuanya tentu setuju bahwa menulis adalah aktivitas yang bermanfaat, tetapi dianggap bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan sehingga menyebabkan guru kurang berminat untuk menulis. Keenam, merasa kurang memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menulis. Ketujuh, tidak memiliki ide untuk dijadikan sebuah tulisan. Dan kedelapan, ketika memiliki ide untuk menulis, tidak mampu mengembangkannya karena tidak memiliki referensi yang cukup untuk menunjang tulisan.

Beberapa Upaya
Untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi guru yang mengalami kesulitan menulis, khususnya menulis artikel, penulis menawarkan beberapa upaya. Antara lain; pertama, meluangkan waktu untuk menulis. sebanyak apapun ide kita, tidak akan dapat kita tuliskan jika tidak meluangkan waktu untuk menuliskannya. Dalam satu hari, luangkanlah waktu satu sampai dua jam untuk menulis. Mulailah menulis dari hal-hal yang sederhana seperti menulis buku harian (diary). Penulis yakin, ketika kita menuliskan pengalaman kita dalam buku harian, akan mengalir begitu saja karena dilandasi dari hati dan berdasarkan kepada pengalaman kita. Selanjutnya, mulai belajar untuk menulis hal-hal lain yang menarik perhatian kita. Tujuan utama pada tahap ini, adalah menumbuhan ketertarikan terhadap dunia menulis.
Kedua, banyak latihan dan membiasakan diri menulis. Seorang penulis handal tidak datang tiba-tiba. Mereka mampu eksis sebagai penulis setelah melalui perjuangan yang luar biasa berat. Latihan, latihan, dan latihan terus untuk menghasilkan suatu tulisan yang berkualitas. Penolakan dari redaktur surat kabar tidak menyebabkan mereka putus asa, tetapi justru semakin memacu diri untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas tulisan mereka. Menulis disamping dipengaruhi oleh minat, juga berkaitan dengan kebiasaan. Ada pepatah bijak mengatakan “bisa karena biasa, biasa karena dipaksa” dan pepatah bahasa Inggris “practice make perfect”. Latihan akan membuat sempurna. Hal itu pun berlaku jika kita ingin menjadi penulis. Ketika kita mulai menulis, jangan terlalu berharap bahwa tulisan kita langsung ideal atau bagus. Toh ada pepatah “all of the first draft are shits”. Semua tulisan pertama pasti kacau balau. Jadi, jangan merasa rendah diri ketika tulisan pertama kita kurang memuaskan. Justru kita harus belajar dari kekurangan-kekurangan tersebut untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
Ketiga, banyak membaca buku tentang teknik menulis artikel. Saat ini di pasaran cukup banyak buku yang membahas tentang teknik menulis artikel di surat kabar dan majalah. Dengan membaca buku, kita mendapatkan wawasan tentang dunia tulis menulis dari berbagai sudut pandang. Keempat, banyak mengikuti seminar atau pelatihan tentang dunia kepenulisan. Di samping membaca buku, kita pun perlu mengikuti kegiatan untuk menambah wawasan tentang kepenulisan. Dunia kepenulisan, khususnya artikel erat kaitannya dengan masalah jurnalistik karena artikel menggunakan bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang komunikatif dan spesifik. Komunikatif maksudnya mampu dimengerti dan langsung ke pokok permasalahan, tidak bertele-tele. Sedangkan spesifik maksudnya kalimat-kalimatnya sederhana, jelas, dan mudah dimengerti.
Kelima, banyak berdiskusi dengan penulis yang dinilai telah mahir. Dengan berdiskusi, kita mendapatkan banyak informasi tentang bagaimana cara menulis artikel yang baik langsung dari praktisi sehingga mampu menarik minat redaksi surat kabar untuk memuatnya. Keenam, banyak membaca buku referensi dan artikel tentang topik yang akan kita tulis. Gunanya, agar masalah yang kita tulis berbobot, tidak mengambang dan arahnya kurang jelas. Dengan membaca buku dan artikel orang lain, disamping mampu memperkaya tulisan kita, kita juga dapat mempelajari gaya penyajian dan gaya bahasanya karena masing-masing penulis biasanya punya gaya yang berbeda.
Ketujuh, banyak mengikuti perkembangan informasi dari media massa. Dari informasi yang kita dapatkan, biasanya kita mendapatkan ide dan inspirasi untuk menulis. Saat ini banyak media yang dapat kita jadikan rujukan untuk mendapatkan informasi. Bahkan saat ini, internet sudah merambah ke hampir ke setiap wilayah. Melalui internet, kita dapat mencari  berbagai macam informasi. Sama halnya dengan membaca buku dan artikel, mengikuti perkembangan dari media massa akan semakin menambah khasanah dan memperdalam pembahasan kita tentang suatu hal.
Kedelapan, membuat blog di internet. Bagi yang telah akrab dengan internet, blog tentunya hal yang tidak asing lagi. Dengan membuat blog, kita dapat mengekspresikan unek-unek kita mengenai berbagai hal. Misalnya, berkaitan dengan masalah pendidikan, kita dapat menulis tentang masalah sertifikasi guru, undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP), kesejahteraan guru, maraknya kekerasan di lingkungan sekolah, pendidikan gratis, kualitas pendidikan, kualitas guru, dan sebagainya.
Bagi guru, menulis harus menjadi suatu tuntutan, kebiasaan, sekaligus kebutuhan. Menulis menjadi bagian dari pengembangan profesi guru. Guru golongan IV/a ke atas, jika ingin naik pangkat disyaratkan membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI) berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK), buku, artikel, dan sebagainya. Banyak guru golongan IV/a yang terhambat naik pangkat karena terkendala pembuatan KTI.
Disamping harus menjadi suatu kebutuhan, menulis juga dapat menjadi peluang bagi guru untuk menambah penghasilan. Tulisan yang dimuat di koran atau majalah akan mendapatkan honor. Menjamurnya media massa seiring dengan dibukanya kebebasan pers dan banyak bermunculannya penerbitan saat ini menjadi pasar yang potensial bagi penulis untuk “memasarkan” tulisannya. Khusus untuk kalangan guru, beberapa media massa saat ini telah memberikan kolom khusus untuk guru. Di Pikiran Rakyat ada kolom Forum Guru,  Galamedia ada kolom Suara Guru, Tribun Jabar ada kolom Suluh. Dan tentunya, majalah Suara Daerah PGRI Jawa Barat telah lama membuka ruang bagi guru untuk menulis.
Banyak guru yang telah merasakan buah dari menulis. Buah dari prestasinya di dunia menulis, mereka mendapatkan hadiah uang, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, dan sebagainya. Selain keuntungan materi, menulis juga dapat mendatangkan kepuasan batin. Kita merasa bangga ketika artikel kita dimuat di surat kabar atau majalah, ide-ide kita dibaca orang, mampu mencerahkan, memotivasi, dan menginspirasi orang lain. Selain itu, melalui tulisan, nama kita pun dikenal orang lain. Jadi, para guru, marilah kita mulai belajar menulis.

Penulis, Guru SMP Madani KBB, Pegawai LPMP Jawa Barat, Anggota AGP-PGRI Provinsi Jawa Barat.
(Tulisan ini dimuat di Majalah Guruku, Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar