Minggu, 11 September 2011

PROFESI GURU SEMAKIN DIBURU

Lahirnya Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjadi momentum bagi kalangan pendidik khususnya guru untuk meningkatkan harkat dan martabatnya. Profesi guru tidak lagi dipandang sebelah mata, tetapi sejajar dengan profesi-profesi terhormat lainnya seperti dokter, pengacara, psikolog, dan akuntan. Selain itu, UU Guru dan Dosen telah memberikan secercah harapan tentang peningkatan kesejahteraan guru yang selama ini sangat kurang dari memadai dimana kompensasi yang didapatkan tidak sesuai dengan tugas berat yang disandangnya. Dan, UU Guru dan Dosen telah memberikan jaminan dan perlindungan hukum terhadap para guru dan dosen. Hal tersebut tentunya patut disyukuri oleh para guru dan dosen.
Jika kita iseng bertanya kepada anak-anak tentang cita-cita mereka, jarang sekali yang bercita-cita ingin menjadi guru. Mereka lebih banyak menjawab ingin menjadi dokter, pilot, arsitek, polisi, dan tentara dan sangat sedikit yang bercita-cita ingin jadi guru. Mengapa demikian? Walaupun jawaban anak-anak tersebut tidak bisa dijadikan suatu patokan, tetapi hal tersebut setidaknya secara umum menggambarkan bahwa profesi guru jauh dari memori mereka atau mereka kurang berminat menjadi guru karena profesi guru dipandang kurang bergengsi dan kurang memberikan jaminan kesejahteraan di masa yang akan datang.
Seiring dengan diakuinya guru sebagai profesi dan adanya jaminan hukum serta jaminan kesejahteraan, ada kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan terhadap minat lulusan SMA / sederajat menjadi guru. Mereka banyak yang melirik dan mendaftar ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau Perguruan Tinggi (PT) yang membuka Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Pamor jurusan pendidikan keguruan yang sempat redup dan kalah pamor oleh jurusan yang lain seperti Teknologi Informasi dan Komunikasi, Ekonomi, dan Manajemen, perlahan tapi pasti kembali menggeliat mengukir kejayaannya.
Dalam UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa bentuk-bentuk penghasilan yang menjadi hak guru antara lain; gaji pokok, tunjangan profesi sebesar gaji pokok bagi guru yang lulus sertifikasi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus bagi guru yang ditugaskan di daerah khusus, dan maslahat tambahan seperti tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa dan penghargaan, kemudahan mendapatkan pendidikan putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, dan bentuk kesejahteraan lainnya.
Bentuk-bentuk kesejahteraan tersebut di atas tentunya hanya akan diberikan kepada guru-guru yang memenuhi persyaratan. Salah satu syarat menjadi guru adalah harus berpendidikan minimal S-I / D-IV. Oleh karena itu, sekarang banyak PTN dan PTS yang membuka pendidikan keguruan kebanjiran mahasiswa. Bukan hanya mahasiswa yang baru lulus dari SMA / sederajat saja yang mendaftar, tetapi banyak guru yang belum berkualifikasi sarjana melanjutkan pendidikan ke PT. Adanya program bantuan dana pendidikan dari pemerintah bagi guru yang belum berkualifikasi sarjana semakin menambah semangat mereka untuk melanjutkan pendidikan. Untuk mendapatkan tunjangan profesi, seorang guru terlebih dahulu harus lulus sertifikasi. Saat ini jumlah guru di Indonesia tercatat sebanyak 2,7 juta orang sementara yang telah lulus sertifikasi baru sekitar 5 % saja. Masih banyak guru yang antre menunggu ikut sertifikasi.
Seorang guru dan calon guru tentunya bukan hanya berpikir tentang hak-haknya saja, tetapi juga harus berpikir melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Seorang guru yang profesional tentunya harus kompeten. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain; kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Guru pun harus dapat merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang berkualitas, menilai dan mengevaluasi hasil belajar siswa sesuai-sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
Guru merupakan profesi yang memiliki dua tugas pokok, yaitu mengajar dan mendidik. Mengajar yaitu memberikan sejumlah pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk bekal di masa depan. Merubah kondisi siswa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dan dari tidak terampil menjadi terampil. Sementara mendidik yaitu menanamkan nilai, moralitas, akhlak, dan etika serta membangun kepribadian siswa sehingga dapat menjadi manusia dan berakhlakulkarimah dan berkepribadian.
Penulis merasakan tugas mendidik jauh lebih sulit daripada mengajar. Dengan berbekal buku teks, kita berdiri di depan kelas dan memberikan materi pelajaran kepada siswa sampai jam pelajaran habis, kita sudah selesai mengajar. Tetapi mendidik, kita melakukannya baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Mendidik bukan hanya butuh kecerdasan intelektual saja, tetapi membutuhkan kesabaran, kasih sayang, keteladanan, mampu menyentuh hati siswa, mampu menjadi teman sekaligus orang tua yang bersedia mendengar setiap keluh kesah mereka. Ukuran keberhasilan seorang guru bukan hanya meningkatnya prestasi siswa, tetapi bagaimana siswa menjelma seorang pribadi yang berbudi pekerti luhur.
Guru adalah profesi yang memerlukan panggilan hati nurani karena yang dikelola bukanlah benda mati tetapi manusia yang memiliki berbagai macam karakter. Tetapi adalah realistis juga ketika seseorang tertarik untuk menjadi seorang guru karena mengharapkan jaminan kesejahteraan karena guru juga manusia yang memiliki beragam kebutuhan.

Penulis, Guru SMP Madani KBB, Pegawai LPMP Jawa Barat.
(Tulisan ini dimuat di Buletin NADI LPMP Jawa Barat, No. 2  Vol. 3 Tahun 2008) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar