Perdagangan
bebas Asean-Cina / Asean-Cina Free Trade
Agreement (ACFTA) yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2010 banyak menuai
penentangan dari kalangan industri dan buruh. Berlakunya ACFTA dikhawatirkan
akan merusak perekonomian dalam negeri dan PHK besar-besaran terhadap buruh. Melimpahnya
produk-produk Cina ke Indonesia dikhawatirkan akan merusak pasar dalam negeri
karena harganya lebih murah mengalahkan produk lokal yang harganya lebih mahal.
Akibat kalahnya produk lokal oleh produk Cina, maka potensi PHK pun tidak bisa
dielakkan. Jika PHK massal terjadi, maka angka pengangguran akan semakin
tinggi. Itulah asumsi yang dimunculkan oleh sejumlah ekonom dalam pendapatnya pada
diskusi-diskusi dan sejumlah media.
Kegagapan
kalangan industri menghadapi ACFTA sebagai bukti bahwa mereka tidak
mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya jauh-jauh hari sebelum ACFTA
diberlakukan. Padahal ACFTA telah ditandatangani sejak tahun 2002. Berarti ada
waktu yang relatif cukup untuk
mempersiapkan diri. Sejumlah kalangan menilai Pemerintah tidak serius dalam
mengantisipasi ACFTA. Hal ini dapat dilihat dari relatif kurangnya supporting pemerintah dalam pengembangan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai jantung perekonomian nasional.
Jauh-jauh
hari sebelum ACFTA diberlakukan, kita sudah terbiasa atau akrab dengan
produk-produk Cina seperti alat-alat elektronik, otomotif, alat-alat rumah
tangga, kosmetik, buah-buahan, makanan, minuman, permen, dan mainan anak-anak. Bahkan,
produk-produk tekstil Cina pun ramai-ramai membanjiri Indonesia sehingga keberadannya
mengancam produk tekstil lokal.
Masyarakat
juga tampaknya justru senang membeli atau menggunakan produk Cina karena
harganya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk lokal. Masyarakat
tidak terlalu peduli dengan kualitas dan resiko dari barang buatan Cina
tersebut, yang penting harganya murah dan terjangkau. Beberapa waktu yang lalu
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan bahwa beberapa produk makanan,
minuman, dan kosmetik asal Cina mengandung bahan-bahan berbahaya seperti
melamin, formalin, dan zat-zat berbahaya lainnya. Oleh karena itu, masyarakat
dihimbau untuk tidak meggunakan produk tersebut. Sejenak masyarakat berhenti
mengonsumsi dan menggunakan barang-barang tersebut, tetapi kemudian menggunakan
kembali produk Cina karena tergiur harganya yang murah meriah.
Murahnya
harga berbagai produk Cina juga mampu menyaingi produk-produk yang sudah mapan.
Misalnya, kemunculan HP-HP Cina mampu menyaingi produsen-produsen HP yang sudah
mapan seperti Nokia, Sony Ericsson, Samsung, Motorola, dan LG. Dalam produk
sepeda motor pun, mereka mencoba menyaingi pabrikan Jepang seperti Honda,
Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki.
Cina
telah menjelma menjadi raksasa ekonomi Asia bahkan dunia. Kebangkitan ekonomi
Cina juga diprediksikan mampu menyaingi Jepang dan Amerika Serikat.
Keberhasilan ekonomi Cina didapatkan bukan dalam waktu sesaat, tetapi mereka
terus bekerja keras untuk terus produktif dan inovatif menghasilkan
barang-barang. Orang-orang Cina memang dikenal memiliki mental dagang yang luar
biasa. Mereka tersebar di hampir seluruh belahan dunia dengan profesi yang
hampir sama yaitu berdagang. Bahkan jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka
pun, orang-orang Cina telah banyak datang ke Indonesia. Saat ini, orang-orang
Cina banyak yang memiliki usaha besar bahkan menjadi konglomerat di Indonesia.
Globalisasi
Menurut
penulis, ACFTA adalah konsekuensi dari globalisasi dalam bidang ekonomi. Sebagian
kalangan menilai bahwa ACFTA adalah bentuk neoliberalisasi ekonomi. Globalisasi
tak dapat dibendung. Globalisasi telah merubah pola pikir dan pola hidup
masyarakat. Globalisasi juga telah merubah budaya masyarakat. Media informasi
dan komunikasi memberikan kontribusi yang besar dalam menyebarkan hegemoni
globalisasi. Dampak dari globaliasi, bukan hanya informasi yang dengan mudah
didistribusikan dari satu sumber ke sumber yang lain, tetapi barang-barang pun
sudah merambah dari satu negara ke negara yang lain melalui kegiatan eksport-import
atau melalui jalan ilegal berupa penyelundupan.
Nasionalisme
ACFTA
telah terlanjur diberlakukan. Dibalik penentangan yang saat ini banyak terjadi,
hal yang perlu diperhatikan adalah penguatan ekonomi nasional jangan sampai
kalah bersaing dengan produk-produk Cina. Selain itu, dalam konteks kebangsaan,
kita harus menanamkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri dalam artian
menggunakan dan mengonsumsi produk dalam negeri.
Kampanye
cinta produk dalam negeri juga perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas
produk karena masyarakat tidak bisa dipaksa untuk mengonsumsi atau menggunakan
produk dalam negeri jika kualitasnya rendah. Masyarakat pun tidak dapat
dilarang menggunakan produk Cina jika kualitasnya bagus dan harganya lebih
murah dibandingkan dengan produk Cina. Oleh karena itu, peningkatan daya saing
produk menjadi hal yang mutak harus dilakukan oeh para pengusaha. Biasanya,
kualitas barang yang bagus berbandung lurus dengan harga yang mahal. Jika
barang mahal, maka masyarakat pun berpikir ulang untuk membeli. Oleh karena
itu, pemerintah pun perlu membuat regulasi yang mendukung terhadap peningkatan
kualitas produk lokal. Misalnya dengan memberikan keringanan pajak bagi
industri dan membantu pengusaha dalam menekan mahalnya biaya produksi.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa pilihan masyarakat untuk menggunakan produk luar negeri
disamping karena harga murah seperti produk-produk Cina, juga adanya
kepercayaan terhadap kualitas terhadap produk-produk branded dari luar negeri walaupun harganya mahal. Bahkan, bagi
kalangan berduit mereka belanja atau berobat pun ke luar negeri. Hal tersebut
menjadi bukti bahwa sebagian masyarakat lebih percaya terhadap kualitas barang
dan pelayanan di luar negeri.
Mantan
Wakil Presiden Yusuf Kalla, pernah mengatakan bahwa dengan banyaknya orang
Indonesia yang berobat ke luar negeri, uang yang harusnya menjadi devisa negeri
sendiri justru menjadi devisa negara lain. Hal tersebut merupakan kerugian bagi
negara kita. Di tengah kerasnya persaingan pada perdagangan bebas saat ini,
nampaknya menggelorakan rasa nasionalisme, walaupun bukan jalan yang paling
mujarab tetapi minimal menjadi penyemangat bagi bangsa kita bahwa kita harus
memiliki jati diri, cinta dan bangga terhadap produk negeri sendiri. Anak-anak
bangsa harus berkarya dan terus berkarya menghasilkan yang terbaik bagi
kejayaan dan kebesaran bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar