SEKOLAH BEBAS ROKOK, MUNGKINKAH?
Beberapa tahun silam pemerintah
mencanangkan program “Sekolah Bebas Rokok dan Narkoba”. Program ini bertujuan
untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, sehat, berdisiplin, dan
menyelamatkan generasi bangsa dari bahaya rokok dan narkoba. Pada awal program
ini digulirkan, banyak sekolah yang mengampanyekannya dimana salah satu
bentuknya adalah memasang spanduk bertuliskan “Sekolah Bebas Rokok dan
Narkoba”. Sekarang program ini nyaris tak terdengar. Salah satu penyakit bangsa
ini adalah kalau membuat program bersemangat di awal dan seiring perjalanan
waktu biasanya semakin melempem. Kalau meminjam peribahasa sunda “rubuh-rubuh
gedang”(baca = hanya bersifat
temporer, tidak bertahan lama).
Siapapun (termasuk para perokok
dan pengguna narkoba) pasti setuju bahwa program sekolah bebas rokok dan
narkoba merupakan program yang sangat bagus dan perlu didukung oleh semua pihak,
tapi dalam kenyataannya program tersebut hanya bagus di dalam konsep saja
sementara dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Pada tulisan ini,
penulis hanya akan memfokuskan pada masalah rokok saja karena penulis menilai
bahwa para pendidik dan tenaga kependidikan (mayoritas kaum laki-laki), bahkan
siswa pun masih banyak yang suka merokok di lingkungan sekolah. Sementara
penggunaan narkoba dapat dikatakan jumlahnya relatif jauh di bawah jumlah
perokok di sekolah. Hal ini disebabkan karena rokok bukan termasuk barang
terlarang sementara narkoba termasuk barang terlarang dan penggunanya dapat
dijerat oleh hukum.
Hasil survei The Tobacco Atlas
2005 menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai 60 juta orang dan
jumlahnya diperkirakan akan semakin meningkat seiring bertambahnya para perokok
baru. Usia perokok pun semakin muda. Dulu usia 18 tahun baru merokok, sekarang
usia 10-12 tahun sudah coba-coba merokok. Walaupun terkesan hanya formalitas
dan normatif saja, dalam bungkus rokok biasanya tercantum pesan “merokok dapat
menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan
janin” dan “hanya untuk usia 18 tahun ke atas”. Pada kenyataannya, pesan-pesan
tersebut hanya dibaca saja tidak banyak menggugah hati para pecandu atau yang
coba-coba untuk merokok untuk berhenti atau menjauhi rokok. Rambu-rambu atau
stiker dilarang merokok di tempat-tempat umum pun tidak berdaya menghadapi
“egoisme” para perokok.
Pemerintah sebenarnya sudah membuat aturan hukum tentang
larang merokok di tempat umum. Misalnya dalam Peraturan Daerah Kota Bandung
Nomor 11 tahun 2005 pasal 49 ayat (1) huruf v menyebutkan bahwa; “merokok di
tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik
sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan
angkutan umum dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum sebesar Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah), dan/atau sanksi administrasi berupa penahanan
untuk sementara waktu Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Identitas Kependudukan
lainnya, dan/atau pengumuman di media masa”. Aturan tersebut hanya menjadi
macan kertas saja ketika banyak orang masih melanggarnya dan pemerintah tidak
serius dalam menegakkan aturan hukum.
Semua pasti setuju bahwa merokok
adalah kebiasaan yang kurang baik dan pemborosan. Madharatnya jauh lebih banyak
daripada manfaatnya. Dr. H. Dadang Hawari mengatakan bahwa dalam rokok terdapat
ribuan zat yang membahayakan tubuh dan yang paling banyak adalah nikotin. Nikotin
adalah amfetamin yang dapat menyebabkan kecanduan. Oleh karena itu, orang yang
sudah kecanduan rokok biasanya susah untuk berhenti. Ada mitos bahwa merokok
adalah simbol kejantanan laki-laki. Banyak siswa yang terseret menjadi perokok
sebagai bentuk solidaritas terhadap teman-temannya yang perokok dan untuk
menjaga harga dirinya di depan teman-temannya. Ditemani secangkir kopi, rokok merupakan
pasangan ideal ketika ngantuk, melamun, bekerja, nonton, atau ngobrol.
Jumlah penduduk Indonesia yang 250 juta lebih menjadi pasar yang potensial untuk industri rokok. Industri rokok pun menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar negeri ini. Tampaknya menjadi hal yang tidak mungkin meminta pemerintah menutup pabrik rokok. Karena disamping penyumbang devisa negara, juga industri rokok banyak menyerap tenaga kerja. Meminta agar perokok berhenti tentu bukan suatu hal yang mudah. Upaya yang dapat dilakukan saat ini mungkin, mengurangi jumlah rokok yang dihisap, dan menekan jumlah perokok baru. Pelajar dan mahasiswa adalah subjek yang paling berpeluang menjadi para perokok baru.
Perlu Komitmen dan Keteladanan
Untuk mewujudkan sekolah yang
bebas rokok, perlu komitmen dan keteladanan dari semua warga sekolah. Guru,
walaupun dia seorang perokok upayakan agar dia tidak mengajar sambil merokok
karena hal tersebut disamping dapat mengganggu siswa, juga mengurangi wibawa
guru di hadapan siswa. Di ruang kantor pun, tidak semua guru adalah perokok,
ada guru-guru yang bukan perokok. Asap rokok yang mengepul biasanya mengganggu orang
lain sebagai perokok pasif. Bahkan salah satu hasil penelitian menyebutkan
bahwa perokok pasif berisiko menderita penyakit pernafasan lebih tinggi
dibandingkan perokok aktif.
Adalah hal yang kontraproduktif
ketika guru meminta siswa untuk tidak merokok sementara dia sendiri adalah
seorang perokok. Belum lagi kondisi di rumah dan lingkungan pergaulan siswa.
Anak biasanya melihat orang tuanya merokok penasaran ingin mencoba rokok. Kebiasaan
di masyarakat pun sangat menunjang dalam bertambahnya jumlah perokok. Misalnya
dalam acara-acara syukuran, tahlilan, biasanya pemangku hajat memberikan rokok
kepada undangan yang notabene masih anak-anak.
Idealnya sekolah harus bebas
rokok, tapi tampaknya harapan tersebut hanya sebuah utopis belaka. Ketika
suasana tersebut belum dapat terwujud perlu dikembangkan sikap toleransi,
saling menghargai, dan kesungguhan dari semua warga sekolah. Bagi yang sulit
menghilangkan kebiasaan merokok, ketika sudah tidak tahan ingin merokok, cari
tempat dimana kepulan asap rokok tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya dan
tidak melakukannya di hadapan siswa karena dapat menurunkan wibawa guru. Pada
hakikatnya, kebiasaan merokok di tempat umum (termasuk sekolah) bukan hanya
pelanggaran terhadap hukum tetapi juga melanggar etika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar