URGENSI PENDIDIKAN LALULINTAS
“Setiap
30 menit satu orang meninggal karena kecelakaan lalulintas di Indonesia dan
setiap satu jam ada yang terluka parah karena kecelakaan”
(Dr. Agus Taufik Mulyono, Pusat Studi
Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada, www.bbcindonesia.com, 16/06/2008)
Jika kita perhatikan suasana jalan raya di kota-kota besar saat ini
sungguh sangat semrawut. Kemacetan hampir terjadi di setiap ruas jalan. Dengan
alasan buru-buru takut terlambat ke tempat tujuan, para pengendara kendaraan
bermotor saling serobot memanfaatkan sekecil apapun ruang yang ada diantara
berjubelnya kendaraan. Demi mengejar waktu, para pengendara pun tak segan-segan
melanggar rambu-rambu lalulintas. Mereka pun mengabaikan untuk saling menghormati
sesama pengguna jalan lainnya.
Polisi walaupun sudah berupaya keras mengatur arus lalulintas, tetapi kemacetan
semakin sulit dikendalikan. Kemacetan yang terjadi saat ini disamping disebabkan
oleh rendahnya disiplin pengguna jalan raya, juga tidak lepas dari semakin tidak
seimbangnya jumlah kendaraan dan panjang jalan. Pertambahan jumlah kendaraan
bermotor khususnya kendaraan roda dua di Indonesia saat ini mencapai 24-30 % dalam satu tahun. Jika
regulasi berkaitan dengan pembatasan jumlah kendaraan dan panjang jalan tidak
diatur dengan tegas, maka tidak tertutup kemungkinan suatu saat akan terjadi
kemacetan total.
Untuk semakin mempertegas dan memperjelas regulasi berkaitan dengan
lalulintas, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009
tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan menggantikan Undang-undang Nomor 14 tahun
1992. Sekarang tinggal menunggu keseriusan aparat kepolisan untuk mengatur dan
menindak pelanggar lalulintas.
Sebuah ungkapan bijak menyatakan bahwa “jalan raya cerminan peradaban
sebuah bangsa”. Dengan merujuk kepada ungkapan tersebut, jika kondisi jalan
raya saat ini semrawut dan macet, maka dapat diasumsikan bahwa bangsa kita
belum termasuk bangsa yang beradab karena masih senang melanggar peraturan
lalulintas tanpa rasa bersalah. Pelanggaran peraturan lalulintas bukan hanya
dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor saja, tetapi Pedagang Kaki Lima
(PKL) dan pejalan kaki juga ikut melanggar. PKL tidak segan-segan berjualan di
badan jalan dan trotoar sehingga semakin menambah macet jalan. Pejalan kaki
juga dengan seenaknya menyeberang dimana saja tidak melalui zebra cross atau
jembatan penyeberangan. Kendaraan umum menunggu atau menurunkan penumpang bukan
di tempat semestinya, dan ugal-ugalan dalam menjalankan kendaraan.
Ketidakdisiplinan dan kelalaian pengguna jalan tak ayal sering
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalulintas. Selain itu, kecelakaan juga
disebabkan oleh kondisi jalan yang rusak, kondisi kendaraan yang tidak laik
jalan, dan berlebihnya muatan kendaraan. Oleh karena itu, aparat kepolisian
harus semakin tegas dalam menindak para pelanggar lalulintas karena disamping
membahayakan dirinya sendiri juga membahayakan pengguna jalan lainnya. Indonesia
menempati urutan pertama di ASEAN dalam hal kecelakaan lalulintas (TV One,
24/02/2010). Data Kementerian
Perhubungan menyebutkan bahwa
untuk kendaraan roda dua saja, persentase kecelakaan mencapai lebih dari 67%
karena kecelakaan lebih banyak melibatkan pengendara kendaraan roda dua. Asian
Development Bank (ADB) mengeluarkan data yang cukup mencengangkan terkait
jumlah kecelakaan lalulintas di Indonesia. Menurut ADB, pada tahun 2007, ada
30.000 orang meninggal dan kerugiannya mencapai 41 triliun (Seputar Indonesia,
21/04/2008).
Pendidikan Lalulintas
Melihat kenyataan banyaknya pelanggaran lalulintas dan tingginya angka
kecelakaan di jalan raya, disamping melakukan penegakkan hukum terhadap
pelanggar lalulintas, sebagai tindakan preventif, Polri saat ini telah bekerja
sama Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk memberikan pendidikan
lalulintas pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Hal ini dilandasi niat
untuk memberikan sekaligus membangun pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran
siswa terhadap peraturan lalulintas. Kita tidak menutup mata bahwa saat ini
banyak siswa yang menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Tidak jarang kita
melihat mereka melanggar peraturan lalulintas seperti tidak membawa atau
memiliki SIM, STNK, tidak menggunakan helm, kebut-kebutan, ugal-ugalan,
melanggar lampu lalulintas dan rambu-rambu lalulintas lainnya. Atau belum
berumur 17 tahun tetapi sudah mengendarai sepeda motor. Dengan dalih sayang
kepada anak atau lebih praktis, orang tua juga memfasilitasi anaknya pergi ke sekolah
dengan menggunakan sepeda motor walaupun belum cukup umur dan tidak memiliki
SIM.
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, maka Pendidikan lalulintas (PLL)
menjadi sangat urgen (baca = penting) untuk diberikan di sekolah. Bentuk-bentuk
pendidikan lalulintas dapat dilakukan dengan beragam cara. Antara lain,
pertama, mengintegrasikannya pada mata pelajaran khususnya mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) karena mata pelajaran ini sangat relevan.
Antara lain, berkaitan dengan pembahasan masalah hukum dan norma yang berlaku
di masyarakat dimana salah satunya adalah ketaatan terhadap peraturan
lalulintas sebagai cerminan warga negara yang baik dan bertanggung jawab serta
menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Diintegrasikannya PLL ke dalam mata pelajaran
PKn mengingat bahwa kurikulum saat ini sudah padat sehingga tidak perlu menjadi
satu mata pelajaran khusus.
Kedua, memperkenalkan rambu-rambu lalulintas, surat-surat kendaraan,
kelengkapan diri dan kelengkapan kendaraan. Ketiga, kampanye mengemudi aman (safety driving) melalui pengumuman,
famflet, atau brosur. Keempat, melalui kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya
program Polisi Sahabat Anak, Patroli Keamanan Sekolah (PKS), dan sebagainya.
Kelima, mengundang aparat kepolisian atau mengajak siswa berkunjung ke kantor
polisi untuk berwawancara atau mengamati proses pembuatan SIM, SNTK, BPKB, atau surat-surat kendaraan lainnya.
Keenam, mengajak siswa untuk berkunjung ke tempat yang menunjang untuk
sosialisasi rambu-rambu lalulintas. Misalnya, berkunjung ke Taman lalulintas.
Ketujuh, menugaskan siswa untuk mengamati, meliput, mencatat pelanggaran lalulintas. Jika dimungkinkan
mewawancarai pelanggar lalulintas atau aparat kepolisian yang berada di lokasi kemudian
membuat laporan kegiatannya. Selain cara-cara di atas, dimungkinkan menggunakan
cara-cara lainnya. Yang penting, substansinya memberikan pengetahuan,
pemahaman, dan penyadaran terhadap siswa tentang pentingnya tertib berlalulintas.
Dan, tentunya pelaksanaan PLL disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak
didik.
Salah satu pihak yang ditengarai suka melakukan pelanggaran terhadap peraturan
lalulintas adalah genk motor. Kita tentu sangat prihatin dengan banyaknya
pelajar yang menjadi anggota genk motor. Keberadaan genk motor telah banyak
meresahkan masyarakat. Beberapa waktu yang lalu, seorang polisi dibacok oleh
kawanan genk motor, kemudian di Tasikmalaya, genk motor menjarah sebuah toko
pakaian. Dan ternyata, anggota genk motor tersebut adalah perempuan. Anggota
genk motor tersebut rata-rata berasal dari keluarga yang broken home dengan latar belakang sosial ekonomi menengah ke atas.
Dengan adanya Pendidikan Lalulintas, maka diharapkan akan melahirkan masyarakat
yang sadar dan tertib berlalulintas. Dengan demikian, lalulintas pun akan
berjalan tertib, aman, dan nyaman serta terjaminnya hak-hak sesama pengguna
jalan raya. Jika hal tersebut terwujud, maka tingkat kecelakaan di jalan raya
pun akan menurun. Selian itu, tugas kepolisian dalam mengatur lalulintas pun
akan semakin ringan. Mari kita tampilkan wajah bangsa ini sebagai bangsa yang
tertib dan beradab dengan tertib berlalulintas di jalan raya.